Pengangkatan dan pemberhentian pejabat di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan hal yang biasa dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). PPK memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengangkatan pejabat dapat dikatakan sebagai promosi, penghargaan maupun penyegaran tanpa meninggalkan kompetensi dan profesionalisme yang dimiliki pejabat yang bersangkutan. Sedangkan pemberhentian pejabat lebih dipandang dalam konotasi yang negatif, yaitu “hukuman” atau “rasa ketidaksukaan”.
Namun, penulis tidak membahas mengenai asumsi “rasa suka atau tidak suka” terkait pengangkatan dan pemberhentian pejabat oleh PPK (Gubernur, Bupati/Walikota). Dan hal yang lebih melegakan lagi dikalangan PNS, masalah pengangkatan dan pemberhentian ini, harus melalui mekanisme yang tertuang dalam Permenpan Nomor 13 tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah. PNS yang telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Permenpan tersebut, dapat mengikuti seleksi terbuka untuk mengisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Tujuan pengisian JPT secara terbuka adalah terselenggaranya seleksi calon Pejabat Pimpinan Tinggi utama, madya dan pratama yang transparan, objektif, kompetitif dan akuntabel. Peraturan ini, merupakan salah satu rangkaian peraturan yang “ruhnya” berkiblat pada semangat Percepatan Reformasi Birokrasi.
Tulisan ini, fokus kepada proses serta prosedur Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat pada Unit Kerja yang Menangani Urusan Administrasi Kependudukan. Unit kerja ini di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Khusus di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dinas Dukcapil hanya ada di Kabupaten/Kota yang menangani urusan administrasi kependudukan. Urusan administrasi kependudukan tingkat Provinsi bersifat pembinaan, pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, sosialisasi dan penyajian data kependudukan berskala provinsi (saat ini dikelola Biro Pemerintahan). Sedangkan Kabupaten/Kota melalui Dinas Dukcapil melaksanakan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan seperti pembuatan KTP, Akta Kelahiran, Akta Kematian, Kartu Keluarga dan lain-lain (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Selanjutnya, Pasal 6 UU 23/2006 menyatakan bahwa, Pemerintah Provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh Gubernur dengan kewenangan meliputi: a). koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; b). pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c). pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; d). penyajian Data Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri; dan e). koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Sedangkan Pasal 7 UU 23/2006 merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh Bupati/Walikota.
Ada yang berbeda dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada unit kerja yang menangani urusan administrasi kependudukan dibandingkan dengan pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada unit kerja lain. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (setara dengan jabatan eselon II), Jabatan Administrator (setara dengan jabatan eselon III) dan Pejabat Pengawas (setara dengan jabatan eselon IV) tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Menteri Dalam Negeri). Artinya, seluruh pejabat pada unit kerja yang menangani urusan administrasi kependudukan mulai dari pejabat eselon II, pejabat eselon III dan pejabat eselon IV diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Lalu timbul pertanyaan, apakah pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada unit kerja yang menangani urusan administrasi kependudukan oleh Menteri tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Permenpan Nomor 13 tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah ?
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang menangani urusan administrasi kependudukan di Provinsi dan Kabupaten/Kota tetap berpedoman kepada Permenpan Nomor 13 tahun 2014. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama tetap dilaksanakan secara terbuka, dan mekanisme pengangkatan pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (eselon II.a dan eselon II.b) telah diakomodir dalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Pada Unit Kerja yang Menangani Urusan Administrasi Kependudukan. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama tersebut, Gubernur dan Bupati/Walikota selaku PPK di Daerah tetap membentuk Panitia Seleksi Pejabat berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Berdasarkan hasil seleksi Panitia Seleksi Jabatan, paling lama 7 hari semenjak PPK menerima hasil seleksi dari Panitia, PPK harus mengusulkan pengangkatan Pejabat sebanyak 3 nama calon untuk diajukan kepada Menteri. Selanjutnya, Menteri memilih 1 dari 3 nama calon yang diusulkan dan menetapkan Pejabat terpilih paling lama 14 hari sejak usulan diterima dengan Keputusan Menteri.
Begitu pula dengan pengisian Pejabat Eselon III dan Eselon IV, tetap diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usulan PPK, tetapi tidak melalui seleksi terbuka. Gubernur, Bupati/Walikota selaku PPK mengusulkan pengangkatan Pejabat tersebut, sebanyak 3 nama calon kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil). Selanjutnya, Dirjen Dukcapil atas nama Menteri memilih dan menetapkan 1 dari 3 nama calon yang diusulkan dan menetapkan Pejabat tersebut dengan Keputusan Menteri paling lama 14 hari sejak usulan diterima.
Hal lain yang membedakan adalah proses pelantikan dan pengambilan sumpah Pejabatnya. Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Pejabat di Provinsi dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, dan dapat dihadiri oleh Dirjen Dukcapil atau yang mewakili. Sedangkan di Kabupaten/Kota, pelantikan dan pengambilan sumpah Pejabatnya dilakukan oleh Bupati/Walikota dan dapat dihadiri oleh Kepala Dinas Dukcapil Provinsi atau yang mewakili. Bila Gubernur, Bupati/Walikota tidak melaksanakan pelantikan dan pengambilan sumpah pejabat dalam 30 hari sejak diterimanya Keputusan Menteri, maka Menteri dapat menunjuk pejabat Kementerian (bagi provinsi) dan menunjuk Gubernur (bagi Kabupaten/Kota) untuk melakukan pelantikan. Pemberhentian Pejabat tersebut pun harus terlebih dahulu diusulkan oleh Gubernur, dan di Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur kepada Menteri disertai alasan dan pertimbangan pemberhentiannya. Pemberhentian Pejabat tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Dilihat dari sisi penggantian dan pemindahan tugas juga memiliki ketentuan yang berbeda. Penggantian dan pemindahan tugas atau alih wilayah penugasan Pejabat hanya dapat dilakukan dalam waktu 2 tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat yang bersangkutan, kecuali Pejabat tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan atau terpenuhinya ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) Permendagri Nomor 76 Tahun 2015.
Tentunya timbul pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan implementasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 dan Permendagri Nomor 76 Tahun 2015 pada tingkat provinsi. Untuk implementasi pada tingkat kabupaten/kota, kedua peraturan ini dapat dilaksanakan karena telah dibentuk unit kerja yang menangani urusan adminstrasi kependudukan, yaitu Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota. Sedangkan pada tingkat provinsi, khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung belum ada unit kerja yang menangani urusan administrasi kependudukan setingkat dinas. Semoga ke depan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki unit kerja yang menangani urusan administrasi kependudukan setingkat dinas.
- 975 reads