Kode Etik Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara sebagai  aparatur negara dan abdi masyarakat, mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan untuk melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Aparatur Sipil Negara (ASN) harus dapat melaksanakan segala peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya yang berkenaan dengan kepegawaian, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Undang-Undang ASN Pasal 3 menyatakan bahwa setiap ASN dalam menjalan tugas dan profesinya harus berlandaskan pada prinsip-prinsip yang diantaranya adalah nilai dasar serta kode etik dan perilaku. Sementara dalam Pasal 4 dan 5 UU ASN tersebut, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku diuraikan secara rinci. Selain ketentuan yang ada pada Undang-Undang ASN ini, setiap pegawai harus memperhatikan rambu-rambu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang diantaranya memuat 17 kewajiban dan 15 larangan.

Substansi yang terkandung dalam Undang-Undang ASN diantaranya ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah sebuah bentuk profesi, maka diperlukan adanya azas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku serta pengembangan kompetensi

Kode Etik Aparatur Sipil Negara

Secara etiomologi, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos (tunggal) yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir sedangkan  etha (jamak) yang berarti adat istiadat. Jadi etika adalah tata nilai, perilaku yang dianggap baik, lazim dan patut dilakukan. Etika menurut K.Bertens (1999:6) adalah nilai-nilai atau norma-norma (moral) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Bahasa Indonesia mengartikan etika sebagai:

  • Sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya
  • Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
  • Kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).

Kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara , tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.  Kode etik merupakan pola aturan atau cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan yang dipegang oleh seorang anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang dapat diartikan sebagai standar perilaku anggotanya. Nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Chung (1981) mengemukakan bahwa nilai profesional atau asas etis terdiri empat asas etis, antara lain:

  1. Menghargai harkat dan martabat
  2. Peduli dan bertanggung jawab
  3. Integritas dalam hubungan
  4. Tanggungjawab terhadap masyarakat

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, kode etik adalah serangkaian norma-norma yang memuat hak dan kewajiban yang bersumber pada nilai-nilai etik yang dijadikan sebagai pedoman berfikir, bersikap, dan bertindak dalam aktivitas sehari-hari yang menuntut tanggung jawab suatu profesi. Tujuan kode etik yaitu mendorong pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, meningkatkan disiplin pegawai, menjamin kelancaran dalam pelaksanaan tugas, meningkatkan etos kerja, kualitas kerja dan perilaku PNS yang professional, serta meningkatkan citra dan kinerja PNS di lingkungan Kementerian/Lembaga Pemda. Prinsip Dasar Kode Etik yaitu: ketaqwaan, kesetiaan, ketaatan, semangat nasionalisme, mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, penghormatan, tidak diskriminatif, profesionalisme, netralitas, bermoral dan semangat jiwa korps.

Kode etik PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004. Menurut Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah tersebut, kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik PNS wajib dilaksanakan oleh seluruh PNS di Indonesia. Dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004 ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari, Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, terhadap diri sendiri dan terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil.

Etika Pegawai Negeri Sipil dalam Bernegara

Etika Bernegara.mengandung arti bahwa seorang PNS harus:

  • Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan UUD 1945;
  • Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara;
  • Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dan NKRI;
  • Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;
  • Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah;
  •  Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
  • Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

Etika Pegawai Negeri Sipil dalam Bermasyarakat

Dalam bermasyarakat, setiap PNS harus:

  • Mewujudkan pola hidup sederhana;
  • Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;
  • Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil, serta tidak diskriminatif;
  • Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
  • Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.

Etika Pegawai Negeri Sipil dalam Berorganisasi

Etika berorganisasi maksudnya adalah bahwa seorang PNS harus:

  • Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
  • Menjaga informasi yang bersifat rahasia;
  • Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
  • Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi;
  • Menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait;
  • Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
  • Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
  • Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif;
  • Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.

Etika Pegawai Negeri Sipil terhadap Sesama Pegawai Negeri Sipil

Maksudnya adalah,bahwa seorang PNS harus:

  • Saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;
  • Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS;
  • Saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam unit kerja, instansi maupun antar instansi;
  • Menghargai perbedaan pendapat; Menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS;
  • Menjaga dan menjalin kerjasama yang kooperatif sesama PNS;
  • Berhimpun dalam satu wadah KORPRI yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS dalam memperjuangkan hak-haknya.

Etika Pegawai Negeri Sipil terhadap Diri Sendiri

Etika terhadap Diri Sendiri meliputi pengertian sebagai berikut:

  • Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar;
  • Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
  • Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
  • Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan sikap;
  • Memiliki daya juang yang tinggi;
  • Memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
  • Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.

Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran kode etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik. Yang dimaksud dengan ucapan adalah segala bentuk kata-kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Sedangkan tulisan adalah pernyatan atau perasaan secara tulisan baik dalam bentuk tulisan maupun gambar, karikatur dan lain-lain yang serupa dengan itu, dan perbuatan adalah setiap tingkah laki, sikap atau tindakan.

Proses penjatuhan hukuman atas pelanggaran kode etik PNS sampai saat ini belum diatur secara tersendiri, namun untuk menghindari terjadinya kebekuan atau kekosongan dalam penegakan kode etik PNS maka dapat digunakan proses penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil, yaitu:

1. Pemanggilan

Bagi PNS yang disangkakan melakukan pelanggaran terhadap kode etik PNS, dipanggil oleh pejabat yang berwenang atau majelis kehormatan kode etik instansi, apabila panggilan pertama tidak datang, maka dilakukan pemanggilan kedua, dengan memperhatikan tempat domisili dan tanggal untuk memenuhi panggilan. Apabila panggilan kedua tidak datang, maka sudah dapat dijatuhkan hukuman pelanggaran kode etik, karena ketidakhadirannya dalam panggilan kedua dianggap menerima sangkaan terhadap pelanggaran kode etik PNS.

2. Pemeriksaan

Sebelum melakukan pemeriksaan, majelis kehormatan kode etik terlebih dahulu mempelajari laporan atau bahan-bahan mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan PNS tersebut. Pada dasarnya pemeriksaan dapat dilakukan secara lisan dan secara tulisan. Pada tingkat pertama dilakukan secara lisan, apabila pada pemeriksaan pertama perlu untuk ditingkatkan pemeriksaan karena pelanggaran kode etik dianggap berat maka pemeriksaan dilakukan secara tertulis. Pemeriksaan secara tertulis dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). Hasil pemeriksaan secara tertulis dibuat sebagai rekomendasi kepada pejabat Pembina kepegawaian (PPK) sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman atas pelanggaran kode etik.

3. Penjatuhan hukuman

Tujuan hukuman pelanggaran kode etik adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukan pelanggaran kode etik PNS. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum, wajib terlebih dahulu mempelajari dengan teliti hasil-hasil pemeriksaan, serta wajib memperhatikan dengan seksama faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan PNS tersebut melakukan pelanggaran kode etik.

4. Penyampaian hukuman

Penyampaian sanksi moral dapatdilakukan berupa:

  • Pernyataan secara tertutup, yaitu penyampaian hukuman yang disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup  yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan serta pejabat lain yang terkait dengan catatan pejabat terkait, dengan ini yang dimaksud tidak boleh berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
  • Pernyataan secara terbuka, dapat disampaikan melalui forum-forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipil, seperti upacara bendera, media massa dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.

5. Keberatan atas hukuman

Keputusan tentang hukuman atas pelanggaran kode etik sudah bersifat final artinya tidak dapat diajukan keberatan. Oleh karena itu, majelis kehormatan kode etik di dalam melakukan pemeriksaan harus cermat, teliti dan bijaksana karena keputusan yang diambil bersifat final. Dan untuk mendapatkan keterangan dan informasi yang objektif, majelis kehormatan kode etik dapat meminta keterangan kepada pihak lain yang dianggap mengetahui tentang pelanggaran kode etik tersebut.

Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran terhadap kode etik Pegawai negeri Sipil dapat dikenakan sanksi moral. Selain sanksi moral juga dapat berupa sanksi administrasi bahkan lebih jauh lagi dapat berupa sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman disiplin tingkat ringan yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis dan pernyatan tidak puas. Jenis hukuman disiplin tingkat ringan ini pada dasarnya tidak mempunya dampak terhadap Pegawai Negeri Sipil, tetapi lebih bersifat moral, karena seseorang akan merasa malu jika ditegur oleh pimpinan. Perasaan malu tersebut adalah sanksi moral.

Akhir kata kode etik PNS bertujuan untuk memberikan arah dan pendoman bagi PNS dalam bersikap, bertingkah laku dan berbuat, baik dalam melaksanakan tugas maupun pergaulan hidup sehari – hari sehingga integritas, martabat, kehormatan, citra dan kepercayaan PNS dalam melaksanakan setiap tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab kepada negara, pemerintah dan sesama pegawai, masyarat dan organisasi dapat terjaga.

 

Code of Ethics of the State Civil Apparatus

The State Civil Apparatus as a state apparatus and public servant has a very important role in the framework of creating a law-abiding, modern, democratic, prosperous, just and moral civilized civil society that provides services in a fair and equitable manner, maintaining national unity with full of loyalty to Pancasila and the 1945 Constitution. All of them are in order to achieve the goals aspired by the Indonesian people. To be able to carry out these tasks, it is necessary for Civil Servants who are capable of carrying out their duties professionally and responsibly in carrying out government and development tasks, and are clean and free from corruption, collusion and nepotism.

The State Civil Apparatus (ASN) must be able to implement all applicable regulations and statutory provisions, especially those relating to employment, such as Law Number 5 Year 2014 concerning State Civil Apparatus (ASN) and Government Regulation Number 53 of 2010 concerning Employee Discipline Civil Affairs. The ASN Law Article 3 states that each ASN in carrying out its duties and profession must be based on principles which include basic values ​​and codes of ethics and behavior. While in Articles 4 and 5 of the ASN Law, the basic values ​​and codes of ethics and codes of conduct are detailed. In addition to the provisions in this ASN Law, every employee must pay attention to the guidelines as stipulated in Government Regulation Number 53 of 2010 concerning Discipline of Civil Servants which among them contain 17 obligations and 15 prohibitions.

The substances contained in the ASN Act include the assertion that the State Civil Apparatus (ASN) is a form of profession, it requires the existence of principles, basic values, codes of ethics and codes of conduct and competence development

Code of Ethics of the State Civil Apparatus

Etiomologically, ethics comes from the Greek language namely ethos (singular) which means habits, customs, character, feelings, attitudes and ways of thinking while etha (plural) which means customs. So ethics is a value system, behavior that is considered good, is common and deserves to be done. Ethics according to K. Bertens (1999: 6) are values ​​or norms (morals) that become a guideline for a person or group in regulating their behavior.

Indonesian means ethics as:

  • Value systems and moral norms are a guideline for a person or group of people in regulating their behavior
  • Knowledge of what is good and what is bad and about moral rights and obligations
  • Collection of principles or moral values ​​(code of ethics).

The code of ethics can be interpreted as a pattern of rules, procedures, signs, ethical guidelines in carrying out an activity or work. The code of ethics is a pattern of rules or ways of behaving as guidelines. In relation to the profession, the code of ethics is a procedure or rule that becomes a standard of activity held by a member of a profession. A code of ethics describes the professional values ​​of a profession that can be interpreted as a standard of behavior of its members. The most important professional value is the desire to provide community service. Chung (1981) suggests that professional values ​​or ethical principles consist of four ethical principles, including:

  1. Appreciate dignity and dignity
  2. Care and responsibility
  3. Integrity in relationships
  4. Responsibility to the community

In Law Number 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus, a code of ethics is a set of norms that contain rights and obligations that derive from ethical values ​​which serve as guidelines for thinking, acting, and acting in daily activities that require responsibility answer a profession. The purpose of the code of ethics is to encourage the implementation of basic duties and functions, improve employee discipline, ensure smooth implementation of duties, improve work ethic, work quality and professional behavior of civil servants, and improve civil servant image and performance within the Ministry / Local Government Institution. The basic principles of the Code of Ethics are: devotion, loyalty, obedience, the spirit of nationalism, prioritizing the interests of the State above personal and group interests, respect, non-discrimination, professionalism, neutrality, morality and the spirit of the soul of the corps.

PNS code of ethics is regulated in Government Regulation (PP) No. 42 of 2004. According to Article 1 paragraph 2 of the Government Regulation, the code of ethics of Civil Servants is a guideline of attitudes, behavior and actions of Civil Servants in carrying out their duties and daily living relationships. PNS code of ethics must be implemented by all civil servants in Indonesia. In article 7 of the Government Regulation (PP) No. 42 of 2004 affirmed that in carrying out official duties and daily life, Civil Servants must behave and be guided by ethics in the state, in the administration of the Government, in organizing, towards themselves and against fellow Civil Servants.

Ethics of Civil Servants in the State

  • State Ethics means that a civil servant must:
  • Carry out fully the Pancasila and the 1945 Constitution;
  • Lifting the dignity of the nation and the State;
  • Becoming the glue and unifying the nation and NKRI;
  • Comply with all applicable laws and regulations;
  • Accountable in carrying out the duties of administering clean and authoritative government;
  • Responsive, open, honest and accurate, and timely in implementing all government policies and programs;
  •  Use or utilize all state resources efficiently and effectively;
  • Do not give false testimony or false information.

Ethics of Civil Servants in Community

  • In society, every civil servant must:
  • Realizing a simple lifestyle;
  • Providing services with empathy, respect and courtesy, without strings attached and without any element of coercion;
  • Providing services quickly, precisely, openly, and fairly, and not discriminatory;
  • Respond to the circumstances of the community;
  • Oriented to improving people's welfare in carrying out their duties.

Ethics of Civil Servants in Organizing

  • The organizational ethics means that a civil servant must:
  • Carry out duties and authority in accordance with applicable regulations;
  • Maintain confidential information;
  • Carry out every policy stipulated by authorized officials;
  • Building a work ethic to improve organizational performance;
  • Cooperate cooperatively with other related work units;
  • Having competence in the execution of duties;
  • Comply and adhere to operational and work standards;
  • Develop creative and innovative thinking;
  • Oriented to efforts to improve the quality of work.

Ethics of Civil Servants to Fellow Civil Servants

The point is that a civil servant must:

  • Mutual respect for fellow citizens who embrace different religions / beliefs;
  • Maintain a sense of unity and unity among fellow civil servants;
  • Mutual respect between colleagues both vertically and horizontally in work units, agencies and between agencies;
  • Appreciate differences of opinion; Uphold the dignity and dignity of civil servants;
  • Maintain and establish cooperative cooperation among PNS;
  • Meeting in a forum of KORPRI that guarantees the realization of solidarity and solidity of all civil servants in fighting for their rights.

Ethics of Civil Servants to Themselves

  • Ethics for Self includes the following meanings:
  • Honest and open and not giving incorrect information;
  • Act with sincerity and sincerity;
  • Avoid conflicts of personal, group or group interests;
  • Initiative to improve the quality of knowledge, abilities, skills and attitudes;
  • Having high fighting ability;
  • Maintaining physical and spiritual health;
  • Maintain family integrity and harmony; Simple, neat and polite.

Code of Ethics Violations

Violations of the code of ethics are all forms of speech, writing and actions of Civil Servants (PNS) that are contrary to the items of the corps and the code of ethics. What is meant by speech is any form of words spoken in front of or can be heard by others, such as in meetings, lectures, discussions, via telephone, radio, television, recordings or other means of communication. While writing is a statement or feeling in writing both in the form of writing and drawing, caricatures and others that are similar to that, and actions are every man's behavior, attitude or action.

The process of imposing penalties for violations of the civil servant's code of ethics has not been regulated separately, but to avoid the occurrence of freezing or emptiness in the enforcement of civil servants' code of ethics, the disciplinary process for civil servants can be used, namely:

1. Summoning

For civil servants who are suspected of violating the code of ethics of civil servants, summoned by an authorized official or an honorary assembly of the agency's code of ethics, if the first call does not arrive, a second call is made, taking into account the place of residence and date to fulfill the call. If the second call does not come, then the sentence of violation of the code of ethics can be imposed, because his absence in the second call is deemed to have accepted the suspicion of violating the PNS code of ethics.

2. Examination

Before conducting an examination, the ethics code honorary assembly first studies the report or materials regarding violations of the code of ethics carried out by the civil servant. Basically the examination can be done orally and in writing. At the first level it is carried out verbally, if at the first examination it is necessary to improve the examination because a violation of the code of ethics is considered severe then the examination is conducted in writing. A written examination is made an official report (BAP). The written examination results are made as recommendations to staffing officials (PPK) as material for consideration to impose penalties for violating the code of ethics.

3. Sentencing

The purpose of the violation of the code of ethics is to improve and educate Civil Servants (PNS) who violate the PNS code of ethics. Before imposing a disciplinary sentence, the official who has the authority to punish, must first study carefully the results of the examination, and must pay close attention to the factors that encourage or cause the civil servant to violate the code of ethics.

4. Submission of punishment

Submission of moral sanctions can be done in the form of:

  • Closed statement, namely the delivery of sentences delivered by authorized officials or other appointed officials in a closed room. The definition in a closed space is that the submission of the statement is only known by the relevant Civil Servants and officials who submit statements and other officials related to the records of the relevant officials, with this meant that they should not be inferior to the relevant Civil Servants.
  • Open statements can be submitted through official civil servant meeting forums, such as flag ceremonies, mass media and other forums which are deemed appropriate for that.

5. Objection to punishment

Decisions about penalties for violating the code of ethics are final, meaning no objections can be raised. Therefore, the honor code of ethics in conducting the examination must be careful, thorough and wise because the decisions taken are final. And to obtain objective information and information, the ethics code honorary council can ask for information from other parties who are deemed to know about the violation of the code of ethics.

Sanctions for Violating the Code of Ethics

Violations of the code of ethics of Civil Servants can be subject to moral sanctions. In addition to moral sanctions can also be in the form of administrative sanctions even further can be in the form of disciplinary sanctions of Civil Servants. What is meant by disciplinary punishment is a light-level disciplinary sentence that is in the form of verbal reprimand, written reprimand and dissatisfied statement. This type of light-level disciplinary punishment basically has no impact on Civil Servants, but is more moral in nature, because someone will feel embarrassed if reprimanded by the leadership. Shame is a moral sanction.

The end of the PNS code of ethics aims to provide direction and guidance for civil servants in behaving, behaving and acting, both in carrying out their duties and daily life so that integrity, dignity, honor, image and trust in carrying out every task, authority, obligation and responsibility to the state, government and fellow employees, community and organization can be maintained.

Penulis: 
Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
435,062 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
410,420 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
233,465 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
204,623 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
141,289 kali dilihat