Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporakporandakan rumah, harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistim sosial tersebut secara keseluruhan. Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini, sedikit pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial.
Terjadinya konflik antar desa / kampung di seluruh tanah air hanyalah merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya amuk massa dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga seluruh desa. Masyarakat kita yang sudah sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar tetangga dan antar desa dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya. Pemerintah sebagai penanggungjawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Namun, bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat hukumnya tidak berjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul dalam masyarakat.
Pemerintah daerah perlu melakukan komunikasi dan mediasi dengan para warganya dan memberikan penyuluhan-penyuluhan sosial tentang berbagai kerugian akibat perselisihan antar desa. Di samping itu, juga perlu disosialisasikannya berbagai cara untuk menghindari berbagai kemungkinan provokasi. Sedapat mungkin perlu pula diusahakan kegiatan bersama antar desa yang memungkinkan warga antar desa membina hubungan komunikasi yang positif.
Pluralitas
Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat, dan perkembangan ekonomi. Indonesia merupakan salah satu negara multikulturalis terbesar di dunia. Berbagai pluralitas yang ada di Indonesia terdiri dari keragaman kelas sosial, etnik dan ras, gender, anak berkebutuhan khusus, agama, bahasa, dan usia.
- Pluralisme Sosial
- luralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi. Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
- Pandangan Islam
Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang melarang pluralisme. Dalam fatwa tersebut, pluralisme agama, sebagai obyek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Dengan adanya definisi pluralisme yang berbeda tersebut, timbul polemik panjang mengenai pluralisme di Indonesia.
- Pandangan Kristen
Paus Yohannes Paulus II, tahun 2000, mengeluarkan Dekrit Dominus Jesus, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus. Pluralisme agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen Barat disebabkan setidaknya oleh dua hal yaitu:
a) Trauma sejarah kekuasaan Gereja di Abad Pertengahan dan konflik Katolik-Protestan.
b) Problema teologis Kristen, dan Problema Teks Alkitab.
- Pandangan Hindu
Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme Radikal, dan secara bombastik memproklamasikan bahwa “semua agama adalah sama”, dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan dia cintai. (Dr. Frank Gaetano Morales, cendekiawan Hindu).
Keragaman Etnik dan Ras
Tidak dapat dipungkiri lagi, hampir semua wilayah (termasuk kota) di Indonesia adalah wilayah dengan masyarakat multikultur. Para transmigran tentu lebih jelas motivasinya, yaitu mendapatkan tanah dan pekerjaan yang lebih baik di luar Jawa dan Bali. Namun, kelompok etnis diaspora yang terdiri dari beberapa kelompok etnis tentu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Para pendatang tersebut (transmigran,diaspora, dan migrasi lainnya) mau tidak mau harus melakukan kontak budaya dengan masyarakat setempat. Berdasarkan teori kultur dominan.
Kelompok etnis tertentu menjadi dominan di wilayah teritorialnya. Beberapa provinsi yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah lima provinsi di Jawa (Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Jawa Barat), Bali, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dan Nangroe Aceh Darusalam.
Kelompok etnis tertentu menjadi dominan di luar wilayah teritorialnya. Untuk kategori ini hanya terjadi di propinsi Lampung, dimana orang Jawa menjadi mayoritas (61,89%) diikuti dengan orang asli Lampung justru menjadi minoritas. Beberapa etnis memiliki jumlah yang berimbang, dapat dikateorikan lagi menjadi: Perimbangan jumlah etnis dengan jumlah etnis asli lebih besar. Kategori ini kebanyakan berasal dari etnis diaspora seperti Batak, Bugis, Melayu, Minahasa, dan Buton di wilayah teritorialnya. Selain itu, etnis Banten juga paling banyak jumlahnya meskipun tidak dominan. Beberapa propinsi yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah: Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Penyebab Timbulnya Keragaman Ras dan Etnik
Faktor yang membuat perbedaan-perbedaan itu terutama berasal dari ilmu-ilmu perilaku manusia (Behavioral Sciences) seperti sosiologi, antropologi dan psikologi. Ilmu-ilmu sosial tersebut mempelajari dan menjelaskan kepada kita tentang bagaimana orang-orang berprilaku, mengapa mereka berprilaku demikian, dan apa hubungan antara prilaku manusia dengan lingkungannya. Penyebab tersebut telah menimbulkan banyak konflik di dalam masayarakat.
Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkelahian, pemerkosaan, dan pembunuhan. Konflik tersebut muncul karena adanya ketidakseimbangan hubungan yang ada dalam masyarakat, baik dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun dalam hubungan kekuasaan.Konflik di atas tidak hanya merugikan kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat konflik tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan. Kondisi itu dapat menghambat pembangunan nasional yang sedang berlangsung.
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya.
Separatisme
Hal ini etnis juga digunakan untuk merujuk kepada kelompok-kelompok yang mencoba memisahkan diri dari segi budaya dan ekonomi atau ras meski tidak selalu menginginkan otonomi politik, seperti kelompok berbasis ras yang ingin mengisolasikan diri dari kelompok lainnya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Asas ini merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi ras dan etnis. Diskriminasi ras dan etnis, tetapi masih belum memadai untuk mencegah, mengatasi, dan menghilangkan praktik diskriminasi ras dan etnis dalam suatu undang-undang.
Berdasarkan pandangan dan pertimbangan di atas, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai asas dan tujuan penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Ras dan Etnik bisa menimbulkan konflik
Indonesia merupakan salah satu bangsa yang paling plural di dunia dengan lebih dari 500 etnik dan menggunakan lebih dari 250 bahasa. Karenanya, sebagaimana bangsa multietnik lainnya, persoalan-persoalan mengenai pengintegrasian berbagai etnik kedalam kerangka persatuan nasional selalu menjadi tema penting. Ironisnya, setelah sekian puluh tahun kemerdekaan, pertikaian antar etnik tetap saja terjadi. Sementara pembauran antar etnik intens berlangsung terutama di daerah-daerah urban, konflik antar etnik terus terjadi. Di satu sisi di galakkan upaya untuk meningkatkan nasionalisme guna mengurangi etnosentrisme, di sisi lain tumbuh subur pemujaan etnik.
Memiliki ratusan etnik dengan budaya berlainan, yang bahkan beberapa di antaranya sangat kontras, potensi kearah konflik sangatlah besar. Ketika Koentjaraningrat mendefinisikan nilai budaya sebagai suatu rangkaian konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang di anggap penting dan remeh dalam hidup, sehingga berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku, yang tidak lain mengenai sikap dan cara berfikir tertentu pada warga masyarakat, sekaligus ia menyatakan inilah masalah terbesar dalam persatuan antar etnik (Koentjaraningrat, 1971). Nilai budaya inilah yang berperan dalam mengendalikan kehidupan kelompok etnik tertentu, memberi ciri khas pada kebudayaan etnik, dan dijadikan patokan dalam menentukan sikap dan perilaku setiap anggota kelompok etnik. Nilai budaya-nilai budaya yang berbeda pada tiap etnik akan menimbulkan sikap dan cara berfikir yang berbeda pula. Demikian juga dalam perilaku yang di ambil meskipun dalam masalah yang sama. Perbedaan ini potensial menimbulkan konflik terutama pada masalah-masalah yang datang dengan adanya interaksi antar etnik.
Beberapa Konflik Etnik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Walaupun dampak negatip tidak tidak terlalu besar imbasnya terhadap kehidupan bermasyarakat namun harus diantisipasi sedini mungkin seiring pertumbuhan pembangunan dan mualai mengalirnya para pendatang berbagai suku/etnik yang ada di tanah air dengan berbagai kepentingan, gensekan akan muncul tanpa diduga bilamana lemahnya rasa toleransi dan pola hidup damai. Beberapa catatan penulis sampaikan berdasarkan fakta dan observasi yang terjadi dalam beberapa dekade konflik etnik tersebut :
1. Pertikaian etnik Madura dan Flores di Kecamatan Payung Kabupaten Bangka Selatan
2. Konflik di Dusun Air Sampik Desa Air Gegas Kabupaten Bangka Selatan antara etnik Melayu Lokal dengan etnik Jawa
3. Konflik etnik Selapan dengan etnik lokal Koba di Koba Kabupaten Bangka Tengah
4. Konflik etnik Selapan dengan etnik lokal Penagan Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka
5. Konflik etnik Bugis dan Sumsel di Toboali Kabupaten Bangka Selatan
Cara Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnik dan Ras di Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Masyarakat
1. Masyarakat
Membuat Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi etnis dan ras hendaknya tidak hanya memfokuskan perhatian pada diskriminasi seperti yang terjadi pada etnis Papua. Setiap manusia mempuyai kedudukan yang sama dihadapan Tuhan karena dilahirkan dengan martabat, derajat, hak dan kewajiban yang sama. Pada dasarnya, manusia diciptakan dalam kelompok ras atau etnis yang berbeda-beda yang merupakan hak absolut dan tertinggi dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengandemikian, manusia tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai bagian dari ras atau etnis tertentu. Adanya perbedaan ras dan etnis tidak berakibat menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antar-kelompok ras dan etnis dalam masyarakat dan negara.
2. Sekolah
Membangun sikap anti diskriminasi etnis dilakukan oleh pihak sekolah
merupakan salah satu langkah penting yang dikaji dalam poin bahasan ini adalah bagaimana membangun sikap saling menghargai antar etnis yang dimulai melalui institusi sekolah.
Untuk mendukung langkah-langkah guru dalam membangun sikap anti diskriminasi etnis, peran sekolah juga sangat menentukan dalam hal ini. Beberapa langkah penting yang sebaiknya dilakukan pihak sekolah agar siswa dapat secara langsung belajar meningkatkan sensitifitasnya untuk bersikap menghargai etnis lain di sekolah.
Menghargai Keberagaman Etnik dan Ras yang Ada di Lingkungan Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut.
Cara kita dalam menghargai keberagaman etnik dan ras yang ada di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yaitu dengan menerapkan nilai-nilai pluralisme etnik dan ras yang disebutkan dalam kisah Nabi Yusuf AS yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Yusuf.
Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis
Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi konkritnya. bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis yang ada di sebuah negara dimana mediasi harus dilaksanakan pihak pemerintah melalui institusi yang berwenang dari daerah sampai pusat.
Memberikan pola mediasi cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator maupun bentuk lainya seperti rekonsialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.Adapun cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:
- Konflik itu harus di management menuju rekonsiliasi
- Merobah sistem semahaman agama.
- Mengurangi penampilan berhura-hura dalam kehidupan beragama.
- Redam nafsu distinksi untuk menghindari konflik etnis.
REFERENSI :
Wirawan, Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humatika, 2010.
http://andrie07.wordpress.com/2015/06/07/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi
The Strategy for Ethnic Plurality Conflict Resolution in Indonesia Wisely and Conscience
Conflict
Conflict is an inseparable part of people's lives Conflict can be closed (latent), can also be open (manifest). Conflict goes hand in hand with the dynamics of society. It's just that, there are social valves that can counteract conflict early, so it does not expand widely. But there are also factors in society that easily ignite conflict to be so flaring, so that it destroys homes, other property and possibly also the occupants of the social system as a whole. In the atmosphere of the social system of the Indonesian people who are very vulnerable to various fluctuations, few triggers are enough to cause various social conflicts.
The occurrence of conflicts between villages / villages in all the homeland is only an example of how very simple things turned out to be able to ignite the emergence of mass anger and mass riots involving not only the warring parties, but also the entire village. Our society, which has for tens and even hundreds of years lived in harmony between neighbors and between villages, has completely changed to attack each other and destroy the homes of other villagers who are considered enemies. The government as the person in charge of security and order in society plays an important role in creating a harmonious atmosphere between various groups in society. However, if the social control by the government through its legal instruments does not work, then other forms of social control will emerge in the community.
Local governments need to communicate and mediate with their citizens and provide social information about various losses due to disputes between villages. In addition, various methods need to be socialized to avoid various possible provocations. As far as possible it is necessary to also work for inter-village joint activities that enable citizens between villages to develop positive communication relationships.
Plurality
Pluralism is a framework where there are interactions between several groups that show mutual respect and tolerance for one another. Pluralism can be said to be one of the characteristics of modern society and the most important social groups, and may be the main driver of progress in science, society, and economic development. Indonesia is one of the largest multicultural countries in the world. Various pluralities that exist in Indonesia consist of diversity of social, ethnic and racial classes, gender, children with special needs, religion, language, and age.
A. Social Pluralism
B. Luralism is a framework in which there are interactions between several groups that show mutual respect and tolerance for one another. They live together (coexistence) and produce results without assimilation conflict.
Pluralism can be said to be one of the characteristics of modern society and the most important social groups, and may be the main driver of progress in science, society and economic development. In an authoritarian or oligarchic society, there is a concentration of political power and decisions made by only a few members. Conversely, in a pluralistic society, power and decision making (and ownership of power) are more widespread.
It is believed that this results in more widespread participation and results in broader participation and commitment from community members, and therefore better outcomes. Examples of groups and situations where pluralism is important are: companies, political and economic bodies, scientific associations.
- Islamic view
On July 28, 2005, MUI issued a fatwa banning pluralism. In the fatwa, religious pluralism, as an object of concern, is defined as:
"A notion that teaches that all religions are the same and hence the truth of each religion is relative; therefore, every believer must not claim that only his religion is right while other religions are wrong. Pluralism also teaches that all religious followers will enter and life and side by side in heaven ".
Thus, the MUI stated that Pluralism in the context stated was contrary to the teachings of Islam. With the definition of different pluralism, a long polemic arises regarding pluralism in Indonesia.
- Christian views
Pope John Paul II, in 2000, issued Decree of Dominus Jesus, in addition to rejecting the understanding of Religious Pluralism, also reaffirming that Jesus Christ is the only mediator of divine salvation and no one can go to the Father other than through Jesus. Religious pluralism developed rapidly in Western Christian society due to at least two things:
a) Historical trauma of Church power in the Middle Ages and Catholic-Protestant conflict.
b) Christian theological problems, and the problems of the biblical text.
- Hindu view
Every time a Hindu supports Radical Universalism, and bombastically proclaims that "all religions are the same", he does so for the great loss of Hinduism that he said he loved. (Dr. Frank Gaetano Morales, Hindu scholar).
Ethnic and Racial Diversity
Inevitably, almost all regions (including cities) in Indonesia are regions with multicultural communities. The transmigrants certainly have a clearer motivation, which is to get land and better jobs outside Java and Bali. However, diaspora ethnic groups consisting of several ethnic groups certainly have different backgrounds. The migrants (transmigrants, diaspora, and other migrants) inevitably have to make cultural contacts with the local community. Based on dominant culture theory.
Certain ethnic groups became dominant in their territorial area. Some provinces included in this category include five provinces in Java (Central Java, DIY, East Java, West Java), Bali, Gorontalo, South Kalimantan, West Sumatra, Bangka Belitung, West Nusa Tenggara, and Nangroe Aceh Darussalam.
Certain ethnic groups became dominant outside of their territorial territory. This category only occurs in Lampung province, where Javanese make up the majority (61.89%) followed by native Lampung people who become a minority. Some ethnic groups have a balanced number, can be categorized again to be: The balance of the number of ethnic groups with a greater number of indigenous ethnic groups. This category mostly comes from diaspora ethnic groups such as Batak, Bugis, Malay, Minahasa, and Buton in their territorial area. In addition, Banten ethnic groups are also the most numerous, although not dominant. Some provinces included in this category include: Banten, North Sumatra, South Sulawesi, North Sulawesi, Jambi, Riau, South Sumatra, and Southeast Sulawesi.
Causes of the emergence of racial and ethnic diversity
Factors that make these differences mainly come from the behavioral sciences (Behavioral Sciences) such as sociology, anthropology and psychology. The social sciences study and explain to us about how people behave, why they behave like that, and what is the relationship between human behavior and their environment. This cause has caused many conflicts within the community.
Lately in Indonesia inter-racial and ethnic conflicts have often arisen followed by harassment, destruction, arson, fighting, rape and murder. The conflict arises because of the imbalance of relations that exist in society, both in social, economic, and in power relations. The conflict above not only harms community groups involved in the conflict but also harms society as a whole. This condition can hamper ongoing national development.
Racism is a belief system or doctrine which states that biological differences inherent in the human race determine the cultural or individual achievement that a particular race is superior and has the right to regulate others.
Separatism
This ethnicity is also used to refer to groups that try to separate themselves in terms of culture and economy or race even though they do not always want political autonomy, such as race-based groups who want to isolate themselves from other groups. The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as a basic law that upholds the dignity and human dignity reflected in the second principle, fair and civilized humanity. This principle is a constitutional mandate that the Indonesian people are determined to eradicate all forms of racial and ethnic discrimination. Racial and ethnic discrimination, but still not sufficient to prevent, overcome, and eliminate the practice of racial and ethnic discrimination in a law.
Based on the views and considerations above, this Law regulates the principles and objectives of eliminating racial and ethnic discrimination. Humans and basic freedoms in equality in the fields of civil, political, economic, social and cultural. Showing hatred or hatred towards people because of racial and ethnic differences by taking certain actions.
Race and Ethnicity can cause conflict
Indonesia is one of the most plural nations in the world with more than 500 ethnicities and uses more than 250 languages. Therefore, like other multiethnic nations, the issues regarding the integration of various ethnic groups into the framework of national unity have always been an important theme. Ironically, after decades of independence, conflicts between ethnic groups still occur. While intense inter-ethnic integration takes place mainly in urban areas, inter-ethnic conflicts continue. On the one hand, it encouraged efforts to increase nationalism to reduce ethnocentrism, on the other hand to flourish ethnic cults.
Having hundreds of ethnicities with different cultures, which even some of them are very contrasting, the potential towards conflict is enormous. When Koentjaraningrat defines cultural values as a series of concepts that live in the minds of most citizens about what is considered important and trivial in life, so that it serves as a guide and driver of behavior, which is nothing but attitudes and ways of thinking in the community, at the same time he stated that this was the biggest problem in ethnic unity (Koentjaraningrat, 1971). It is this cultural value that plays a role in controlling the lives of certain ethnic groups, gives a characteristic to ethnic culture, and is used as a benchmark in determining the attitudes and behavior of each member of an ethnic group. The values of different cultural values in each ethnic group will lead to different attitudes and ways of thinking. Likewise in behavior taken even in the same problem. This difference has the potential to cause conflict, especially in matters that come with inter-ethnic interactions.
Some Ethnic Conflicts in the Bangka Belitung Islands Province
Although the negative impact is not too much impact on community life but must be anticipated as early as possible as the development and development of the flow of various ethnic / ethnic migrants in the country with various interests, gensekan will emerge unexpectedly if there is a lack of tolerance and a peaceful lifestyle . Some of the writers' notes are based on facts and observations that took place in decades of ethnic conflict:
1. Madurese and Flores ethnic disputes in Payung Subdistrict, South Bangka Regency
2. Conflict in Air Sampik Hamlet, Air Gegas Village, South Bangka Regency, between local Malay ethnic and Javanese ethnicity
3. Selapan ethnic conflict with the local ethnic Koba in Koba Tengah Bangka Regency
4. Selapan ethnic conflict with the local ethnic Penagan District Mendo Barat, Bangka Regency
5. Bugis and South Sumatra ethnic conflicts in Toboali, South Bangka Regency
Ways to Build Ethnic and Racial Anti-Discrimination Attitudes in the School Environment and Community Environment
- Society
Making a Draft Law on Elimination Ethnic and racial discrimination should not only focus attention on discrimination as happens to ethnic Papuans. Every human being has the same position before God because it is born with the same dignity, degree, rights and obligations. Basically, humans are created in different racial or ethnic groups which are the absolute and highest rights of God Almighty. Thus, humans cannot choose to be born as part of a particular race or ethnicity. The existence of racial and ethnic differences does not result in causing differences in rights and obligations between racial and ethnic groups in society and the state.
2. School
Building anti-ethnic discrimination attitudes is carried out by the school
One of the important steps studied in this discussion point is how to build inter-ethnic mutual respect that starts through school institutions.
To support the teacher's steps in building an anti ethnic discrimination attitude, the role of the school is also very decisive in this regard. Some important steps should be taken by the school so that students can directly learn to increase their sensitivity to respect other ethnicities in school.
Respect for Ethnic and Racial Diversity in the Family, School and Community Environment
Indonesia is one of the largest multicultural countries in the world. This fact can be seen from socio-cultural and geographical conditions that are so diverse and broad. This diversity is recognized or will not be able to cause various problems, such as corruption, collusion, nepotism, poverty, violence, environmental destruction, separatism, and the loss of a sense of humanity to respect the rights of others, a real form as part of that multiculturalism.
Our way of respecting ethnic and racial diversity that exists in family, school and society is by applying the values of ethnic and racial pluralism mentioned in the story of the Prophet Yusuf AS contained in Al-Qur'an Surat Yusuf.
Soulusi Inter-ethnic Conflict Resolution
Inter-ethnic conflict in Indonesia must be resolved immediately and there must be concrete solutions. how to resolve inter-ethnic conflicts in a country where mediation must be carried out by the government through authorized institutions from the region to the center.
Provide a pattern of mediation on how to resolve conflicts through third parties also referred to as mediators and other forms such as reconciliation. The process of conflict resolution with information before the conflict occurred, where the community at that time lived peacefully. As for other ways of resolving conflicts, namely:
- The conflict must be managed towards reconciliation
- Change the system of religious understanding.
- Reducing the appearance of rah-rah in religious life.
- Reduced lust is distorted to avoid ethnic conflict.
REFERENCE :
Wirawan, Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humatika, 2010.
http://andrie07.wordpress.com/2015/06/07/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi
- 65425 reads