Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

A. Latar Belakang

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang harus dilakukan setiap tahun dan merupakan salah satu bentuk evaluasi semua rangkaian yang telah dilakukan selama satu tahun anggaran. Kesemuanya harus terangkum dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), selain sebagai bahan evaluasi dari rangkaian program yang telah dicanangkan pada awal tahun anggaran juga sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan pada tahun berikutnya.

Diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi untuk melaksanakan perencanaan secara bottom up, melaksanakan, melakukan pengawasan pengendalian serta mengevaluasi kegiatan maupun kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Melalui paradigma mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dimana penyelenggaraan pemerintahan harus dapat diukur dan dinilai kinerjanya dengan menggunakan indikator-indikator yang mengacu pada tatanan demokrasi, desentralisasi, partisipasi masyarakat, serta perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan. Selaras dengan pemikiran tersebut diperlukan sebuah perubahan yang terkandung dalam semangat reformasi birokrasi sebagai prasyarat utama dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dengan menekankan aspek Aspek Efisiensi, Akuntabilitas, dan Transparansi sehingga mampu mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Arie Soelendro (2000:13) Dalam Arja Sadjiarto (2000: 138 – 150), unsur unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Sedangkan Hadori Yunus (2000:1) Dalam Arja Sadjiarto (2000: 138 – 150) berpendapat bahwa unsur-unsur good governance adalah tuntutan keterbukaan (transparency), peningkatan efisiensi di segala bidang (efficiency), tanggung jawab yang lebih jelas (responsibility) dan kewajaran (fairness). Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Dengan demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah perlunya penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

LAKIP juga berlaku bagi dinas-dinas yang ada di daerah dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya, sehingga diharapkan dinas-dinas tersebut dapat  melaksanakan setiap kegiatannya sesuai dengan yang direncanakan sebagai perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan ataupun kegagalan dari pelaksanaan visi, misi dan strategi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

 

1. Pengertian Pelaporan Kinerja

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014. Laporan kinerja rnerupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalampenyusunann laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara mernadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja.

 

2. Fungsi Pelaporan Kinreja

Laporan Kinerja berfungsi sebagai umpan balik untuk pengambilan keputusan pihak-pihak terkait, alat perbaikan manajemen kepemerintahan dilingkungan instansi pemerintah, media pertanggungjawaban kepada lembaga legis, media pertanggungjawaban kepada publik.

 

3.Tujuan pelaporan Kinerja

Tujuan penyusunan Laporan Kinerja yaitu mernberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai, Sebagai upaya perbaikan berkesinarnbungan bagi instansi pernerintah untuk meningkatkan kinerjanya.

 

 4. Manfaat Pelaporan Kinerja

Manfaat dari penyusunan Laporan kinerja yaitu Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara baik dan benar (good governance), Mendorong tumbuhnya instansi pemerintah yang akuntabel, sehingga beroperasi secara efesien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya, Memberi masukan dan umpan balik bagi yang berkepentingan untuk dasar pengambilan keputusan dan peningkatan kinerja instansi pemerintah, Memelihara kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

 

5. Prinsip Pelaporan Kinerja

Supaya bermanfat Lakip harus memiliki:

1. Prinsip pertanggungjawaban

Pada prinsip pertanggung jawaban memberikan kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab (Responsibility Center), Menjelaskan hal-hal yang dapat dikendalikan (Controllable) dan yang tidak dapat di kendalikan (Uncontrollable)

2. Prinsip pengecualian

Melaporkan hal yang penting dan keluaran bagi pengambil keputusan dalam tanggung jawab instansi yang bersangkutan (Hal-hal yang menonjol)

3. Prinsip manfaat

Manfaat laporan harus lebih besar dari biaya penyusunannya.

 

6. Format laporan kinerja

Pada dasarnya laporan kinerja disusun oleh setiap tingkatan organisasi yang menyusun perjanjian kinerja dan menyajikan informasi tentang:

1. Uraian singkat organisasi;

2. Rencana dan target kinerja yang ditetapkan;

3. Pengukuran kinerja;

4. Evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil prograrn/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud. Analisis ini juga mencakup atas efisiensi penggunaan surnber daya.

 

7. Penyampaian Laporan kinerja

Pirnpinan Satuan Kerja menyusun dan menyampaikan Laporan Kinerja kepada Pimpinan Unit Kerja. Pimpinan unit kerja menyusun laporan kinerja tahunan tingkat unit kerja berdasarkan perjanjian kinerja yang disepakati dan menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Laporan Kinerja tahunan tingkat Kementerian/Lembaga berdasarkan perjanjian kinerja yang ditandatangani dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan, MenteriPerencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menetapkan suatu petunjuk pelaksanaan internal mekanisme penyampaian perjanjian kinerja dan pelaporan kinerja.

Kepala SKPD menyusun laporan kinerja tahunan berdasarkan perjanjian kinerja yang disepakati dan menyampaikannya kepada Gubernur/Bupati/Walikota, paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Bupati/Walikota menyusun Laporan Kinerja tahunan pernerintah Kabupaten/Kota berdasarkan perjanjian kinerja yang ditandatangani dan menyampaikannya kepada Gubernur, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pernbangunan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reforrnasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri paling larnbat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Gubernur /Bupati/Walikota menyusun laporan kinerja tahunan berdasarkan perjanjian kinerja yang ditandatangani dan menyampaikannya kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reforrnasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Gubernur/Bupati/Walikota dapat menetapkan suatu petunjuk pelaksanaan internal mekanisme penyarnpaian perjanjian kinerja dan pelaporan kinerja.

 

8. Pengukuran Kinerja

Salah satu pondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja dalam rangka menjamin adanya peningkatan dalam pelayanan publik dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara kinerja yang (seharusnya) terjadi dengan kinerja yang diharapkan. Pengukuran kinerja ini dilakukan secara berkala (triwutan) dan tahunan. Pengukuran dan pembandingan kinerja dalam lalroran kinerja harus cukup menggarnbarkan posisi kinerja instansi pemerintah.

Wayne C. Parker (1996:3) Dalam Arja Sadjiarto (2000: 138 – 150) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu:

1. Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan.

Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.

2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal.

Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian system pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk mengukur outputs dan outcomes.

3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik.

Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan

4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan.

Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif.

5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif

Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetapbertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

 

9. Indikator Kinerja

Sistim pengukuran kinerja menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan lebih dahulu setelah perumusan renstra. Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang menggambarkan tewujudnya kinerja, tercapainya hasil program dan hasil kegiatan. Indikator kinerja instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit organisasi. Indikator kinerja yang digunakan harus rnemenuhi kriteria spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, dan sesuai dengan kurun waktu tertentu.

 

10. Indikator Kinerja Utama

Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan ukuran keberhasilan yang rnenggambarkan kinerja utama instansi pemerintah sesuai dengan tugas fungsi serta rnandat (core business) yang diemban. IKU dipilih dari seperangkat indikator kinerja yang berhasil diidentifikasi dengan memperhatikan proses bisnis organisasi dan kriteria indikator kinerja yang baik. IKU perlu ditetapkan oleh pimpinan Kementerian/Lernbaga/ Pemerintah Daerah sebagai dasar penilaian untuk setiap tingkatan organisasi. Indikator Kinerja pada tingkat Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya adalah indikator hasil (outcome) sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing. Indikator kinerja pada unit kerja (setingkat Eselon I) adalah indikator hasil (outcome) dan atau keluaran (output)yang setingkat lebih tinggi dari keluaran (output)unit kerja dibawahnya. Indikator kinerja pada unit kerja (setingkat Eselon II) sekurang-kurangnya adalah indikator keluaran (output).

 

11. Pengumpulan Data Kinerja

Sebagai salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas serta untuk memudahkan pengelolaan kinerja, maka data kinerja harus dikumpulkal dan dirangkum. Pengumpulan dan perangkuman harus memperhatikan indikator kinerja yang digunakan, frekuensi pengumpulan data, penanggungjawab, mekanisrne perhitungan dan media yang digunakan.

 

12. Keterkaitan Laporan Kinerja dengan Dokumen Perencanaan

Lakip merupakan bentuk pertanggungjawaban secara akuntabilitas dari pelaksanaan program dan kegiatan yang didanai oleh anggaran pemerintah dan tercantum dalam dokumen rencana strategis selama 5 tahun yang dituangkan dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) tahunan di setiap organisasi perangkat daerah (OPD).

Sumber : Paparan Hubungan Renstra dengan Lakip oleh Dr.Marja Sinurat, M.Pd.,MM 2015

 

13. Lakip dalam siklus Akuntabilitas Kinerja

Lakip dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Rencana Stragtegis, Rencana Kinerja Tahunan, Analisis Beban Kerja dan Penetapan Kinerja masing-masing OPD pada tahun anggaran berikutnya. Di dalam pelaksanaan program dan kegiatan Lakip dapat dijadikan sebagai bahan untuk memantau, mengukur kinerja kegiatan dan lakip juga berperan dalam pelaksanaan evaluasi yang memberikan gambaran tentang keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi serta Perbaikan kelembagaan, ketatalaksanaan, peningkatan sumber daya manusia, akuntabilitas dan pelayanan publik.

 

14. Sistematika Laporan Kinerja Pemerintah

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan llmum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utarna (strategic issued) yang sedang dihadapi organisasi.

Bab II Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun Yang bersangkutan.

Bab III Akuntabilitas Kinerja

  • Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasl untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis Organisasi sesuai dengan hasii pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja sebagai berikut:

  1. Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini;
  2. Membandingkan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tatrun lalu dan beberapa tahun terakhir;
  3. Mernbandingkan realisasi kinerja sarnpai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi;
  4. Mernbandingkan realisasi kinerja tahun ini dengan standar nasional (iika ada);
  5. Analisis penyebab keberhasilan / kegagalan atau peningkatan / penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan;
  6. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya;
  7. Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja).
  • Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan reatisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja.

Bab IV Penutup

Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

 

15. Permasalahan dalam penyusunan Laporan Kinerja

Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, terdapat beberapa hal yang menunjukan akuntabilitas kinerja masih lemah, dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) belum diimplementasikan secara nyata dan konsisten, diantaranya:

  1. Kurangnya komitmen dalam mengedepan-kan akuntabilitas dari sisi kinerja sehingga akuntabilitas kinerja belum mendapat perhatian yang besar, terutama di tingkat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah;
  2. Adanya beberapa peraturan perundang-undangan di bidang akuntabilitas kinerja yang kurang selaras;
  3. Belum adanya penetapan sanksi yang tegas bagi instansi pemerintah yang tidak menerapkan akuntabilitas kinerja;
  4. Masih belum tersosialisasikannya ke seluruh instansi pemerintah tentang kebijakan di bidang akuntabilitas;
  5. Adanya keterbatasan kapabilitas SDM di bidang akuntabilitas kinerja di lingkungan instansi pemerintah serta;
  6. Masih belum terintegrasinya Sistem AKIP dengan sistem perencanaan nasional dan sistem penganggaran.

 

16. Strategi meningkatkan kualitas penyusunan Laporan Kinerja

Adapun strategi yang perlu dilaksanakan dalam upaya meningkatkan kualitas Laporan kinerja berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, diantaranya:

  1. Menyusun dan mendorong penyusunan Peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas Kinerja;
  2. Sosialisasi sekaligus bimbingan teknis terhadap penerapan Sistem AKIP kepada instansi pemerintah pusat maupun daerah yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas dan memperkuat implementasi Sistem AKIP;
  3. Melaksanakan evaluasi LAKIP dengan tujuan menilai kualitas implementasi Sistem AKIP dan menilai kinerja instansi pemerintah serta mendorong perbaikan kualitas implementasi sistem AKIP;
  4. Mendorong pengembangan model percon-tohan Island of Integrity yaitu suatu peme-rintah daerah/wilayah yang dijadikan model penerapan prinsip good governance sehingga wilayah tersebut dapat mewujudkan peme-rintahan yang bersih dan bebas dari KKN, serta dapat dijadikan model/contoh bagi pemerintah daerah lainnya.

Simpulan dan Rekomendasi

Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya masih sulit untuk dilakukan pengukuran secara obyektif, hal ini dikarenakan Pelaksanaan manajemen kinerja yang masih berorientasi pada “output” daripada “outcome”, serta masih terfokusnya pelaksanaan program maupun kegiatan pada serapan anggaran dari pada dampak dari pelaksanaan program sehingga hasil pelaksanaan masih jauh di bawah standar. Hal tersebut berdampak pada kualitas penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja pada beberapa  instansi pemerintah masih menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.

Rendahnya kualitas laporan Kinerja Pemerintah berdasarkan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dikarenakan Kurangnya komitmen dalam mengedepan-kan akuntabilitas dari sisi kinerja sehingga akuntabilitas kinerja belum mendapat perhatian yang besar, terutama di tingkat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah; Adanya beberapa peraturan perundang-undangan di bidang akuntabilitas kinerja yang kurang selaras; Belum adanya penetapan sanksi yang tegas bagi instansi pemerintah yang tidak menerapkan akuntabilitas kinerja; Masih belum tersosialisasikannya ke seluruh instansi pemerintah tentang kebijakan di bidang akuntabilitas; Adanya keterbatasan kapabilitas SDM di bidang akuntabilitas kinerja di lingkungan instansi pemerintah serta; Masih belum terintegrasinya Sistem AKIP dengan sistem perencanaan nasional dan sistem penganggaran.

Untuk meningkatkan kualitas laporan kinerja pemerintah maka langkah perbaikan yang perlu dilakukan meliputi: penyusunan Peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas Kinerja; Sosialisasi sekaligus bimbingan teknis terhadap penerapan Sistem AKIP kepada instansi pemerintah pusat maupun daerah yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas dan memperkuat implementasi Sistem AKIP; Melaksanakan evaluasi LAKIP dengan tujuan menilai kualitas implementasi Sistem AKIP dan menilai kinerja instansi pemerintah serta mendorong perbaikan kualitas implementasi sistem AKIP; Mendorong pengembangan model percontohan Island of Integrity yaitu suatu peme-rintah daerah/wilayah yang dijadikan model penerapan prinsip good governance sehingga wilayah tersebut dapat mewujudkan peme-rintahan yang bersih dan bebas dari KKN, serta dapat dijadikan model/contoh bagi pemerintah daerah lainnya.

Penulis: 
Junius Pascana, S.E., Perencana Pertama - BKPSDM Prov. Kep.
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
441,108 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
424,373 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
234,141 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
205,220 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
142,417 kali dilihat