http://bkd.babelprov.go.id/sites/default/files/styles/full-node/public/images/artikel/MEN%20ERISKO.JPG?itok=1gLh2JhG

Semangat reformasi birokrasi sampai saat ini, masih terus digaungkan oleh Pemerintah. Salah satu reformasi birokrasi yang merupakan amanat peraturan perundang-undangan  adalah sistem penilaian kinerja aparatur pemerintahan dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS). Harus diakui, selama ini masalah kinerja PNS selalu menjadi sorotan kurang baik oleh berbagai elemen masyarakat, ditambah lagi dengan terjadinya kasus-kasus yang mencoreng citra aparatur pemerintah yang dilakukan segelintir oknum PNS. Mirisnya, PNS selalu diidentikkan dengan kinerja yang malas, sering bolos, keluyuran pada saat jam kerja, terlambat masuk kerja, pelanggaran etika, penyalahgunaan Narkoba, bahkan sampai kepada istilah, “pinter atau goblok gaji sama saja”.

 

Namun, tidak semua PNS memiliki mental dan moral seperti itu, masih banyak aparatur pemerintah yang disiplin, berkinerja baik serta melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dengan mengedepankan pengabdian, hati nurani, pelayanan prima, sukarela, yang tentunya tetap berpedoman dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 

   

Adanya imej negatif terhadap profil PNS merupakan hal yang perlu dikaji dan menjadi bahan pemikiran mendalam bagi kita semua. Berbagai sistem dan peraturan dibangun untuk meminimalisir peluang-peluang serta kesempatan yang mengarah kepada perbuatan dan tindakan yang merusak citra PNS. Satu di antara upaya pemerintah dalam memperbaiki dan menyempurnakan citra PNS yaitu dengan menerapkan sistem penilaian prestasi kerja PNS. Penilaian prestasi kerja ini, telah diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 20 UU No. 43 Tahun 1999 antara lain mengamanatkan bahwa pembinaan PNS dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja dan untuk menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.

 

Walaupun UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak berlaku lagi dan digantikan dengan undang-undang yang baru, ini menunjukkan semangat reformasi dibidang birokrasi telah dicanangkan jauh-jauh hari. Dengan berlakunya UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau yang lebih dikenal dengan UU ASN, semangat perbaikan dan penyempurnaan kinerja PNS semakin lebih ditekankan. Penilaian kinerja PNS ini, diamanatkan pada batang tubuh UU No. 5 tahun 2014 khusus pada Pasal 75 sampai dengan Pasal 78.

 

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2011

 

Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS merupakan salah satu kebijakan yang dibangun oleh pemerintah dalam meningkatkan kinerja PNS sekaligus untuk memperbaiki citra aparatur pemerintahan. Lahirnya PP ini, adalah penyempurnaan dari PP No 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS atau lebih familier dikenal dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3).

 

Pengertian penilaian prestasi kerja PNS adalah suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja PNS. Dalam sistem penilaian prestasi kerja, PNS terlebih dahulu membuat sasaran kerja pegawai (SKP) yang memuat uraian kegiatan tugas jabatan atau tugas pokok dan fungsi. SKP dibuat pada awal tahun bulan Januari, setelah disusun dan disetujui bersama antara atasan langsung dengan PNS yang bersangkutan, ditetapkan sebagai kontrak prestasi kerja, selanjutnya pada akhir tahun SKP tersebut digunakan sebagai standar/ ukuran penilaian prestasi kerja.

 

Permasalahan empirik atau pengalamam selama ini, pengukuran penilaian kinerja PNS sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan saat ini. Bahkan indikator-indikator penilaian lebih menekankan kepada penilaian bersifat subjektif serta mengesampingkan penilaian objektif. Menurut Drs. S. Kuspriyomurdono, M. Si, Deputi Bidang Bina Kinerja dan Perundang-undangan BKN Jakarta, 2013, permasalahan empirik pelaksanaan pekerjaan PNS antara lain:

1.  Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam proses formalitas. DP3-PNS telah kehilangan arti dan makna substantif, tidak terkait langsung dengan apa yang telah dikerjakan PNS.

 

2.  DP3-PNS secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Seberapa besar keberhasilan dan atau kegagalan PNS dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

 

3. Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) terfokus pada pembentukan karakter individu dengan menggunakan kriteria behavioral, belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (end result) dan pengembangan pemanfaatan potensi.

 

4.  Proses penilaian lebih bersifat rahasia, sehingga kurang memiliki nilai edukatif, karena hasil penilaian tidak dikomunikasikan secara terbuka.

 

5.  Pengukuran dan penilaian prestasi kerja tidak didasarkan pada target goal (kinerja standar/harapan), sehingga proses penilaian cenderung terjadi bias dan bersifat subyektif = terlalu pelit/murah. Nilai jalan tengah dengan rata-rata baik untuk menghindari nilai amat baik atau kurang, apabila diyakini untuk promosi dinilai tinggi, bila tidak untuk promosi cenderung mencari alasan untuk menilai sedang atau kurang.

 

6.  Atasan langsung sebagai pejabat penilai, hanya sekedar menilai, belum/tidak memberi klarifikasi hasil penilaian dan tidak lanjut penilaian.

 

7.  Atasan pejabat penilai  hanya sebagai legalitas hasil penilaian belum berfungsi sebagai motivator dan evaluator untuk mengevaluasi seberapa efektif dan konsistensi pejabat penilai dalam melaksanakan proses penilaian.

 

Dengan demikian terlihat bahwa Penilaian DP3-PNS dalam PP 10 tahun 1979 lebih berorientasi pada penilaian kepribadian dan perilaku belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas dan pengembangan pemanfaatan potensi. Kekurangan ini, disempurnakan oleh sistem  Penilaian Prestasi Kerja PNS dalam PP No. 46 tahun 2011 yang mengamanatkan penilaian dilaksanakan secara sistematis yang penekanannya pada tingkat capaian sasaran kerja pegawai atau tingkat capaian hasil kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara PNS dengan Pejabat Penilai. Penilaian Prestasi Kerja PNS itu sendiri merupakan gabungan dari sasaran kerja pegawai (SKP) dengan bobot nilai 60 % dan 40 % perilaku kerja (orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, kepemimpinan).

 

Sanksi

Didalam Pasal 5 Ayat (1) PP No. 46 tahun 2011 menyebutkan bahwa, “Setiap PNS wajib menyusun SKP”. SKP yang disusun pada awal bulan Januari dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai sebagai salah satu unsur Penilaian Prestasi Kerja. PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

 

Walaupun peraturan pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja. PNS melalui PP No. 46 tahun 2011 baru dilaksanakan pada bulan Januari 2014, tetapi sanksi berupa pemberian hukuman disiplin telah diatur terlebih dahulu 1(satu) tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 dengan PP 53 Tahun 2010. Bentuk sanksi telah diatur pada batang tubuh PP No. 53 Tahun 2010, Pasal 9 angka 12 dan Pasal 10 angka 10, dinyatakan apabila pencapaian Sasaran Kerja PNS (SKP) pada akhir tahun hanya mencapai antara 25% s.d. 50% dikenakan hukuman sedang, dan yang SKPnya dibawah 25% dikenakan hukuman berat.

 

Sanksi tidak hanya diberikan berupa penjatuhan hukuman disiplin, tetapi pembuatan penilaian prestasi kerja menentukan pada karier PNS yaitu kenaikan pangkat PNS. Salah satu persyaratan pengusulan kenaikan pangkat melampirkan daftar penilaian 2 (dua) terakhir. Artinya, untuk pengusulan kenaikan pangkat pada periode April dan periode Oktober tahun 2015 serta tahun-tahun selanjutnya, setiap PNS wajib melampirkan DP-3 tahun 2013 dan Penilaian Prestasi Kerja tahun 2014 sedangkan kenaikan pangkat tahun 2016 melampirkan Penilaian Prestasi Kerja tahun 2014 dan tahun 2015.

 

Ditambahkan pula, sesuai Surat Edaran Kepala BKN Nomor K26-30/V57-6/99 tanggal 16 Mei 2014 perihal Penilaian Prestasi Kerja PNS Dalam Persyaratan Kenaikan Pangkat dan Jabatan, bahwa untuk keniakan pangkat disamping persyaratan-persyaratan lain, PNS harus melampirkan :

 

1. Sasaran Kerja Pegawai (SKP)

2. Capaian SKP pada akhir tahun

3. Prestasi Kerja PNS yang terdiri dari Penilaian SKP dan Penilaian Perilaku Kerja

 

Pedoman teknis pembuatan penilaian prestasi kerja tertuang dalam Peraturan Kepala BKN No. 1 tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi kerja PNS. Selamat berkerja dan membuat Penilaian Prestasi Kerja, semoga kita semua sukses. Amiin… (fd/ah/BKD Babel). 05/11/2014

 

English Version

 

Correcting Image PNS With Job Performance Assessment

The spirit of bureaucratic reform to date, still echoed by the Government. One of bureaucratic reform is the mandate of the legislation is the performance appraisal system of government personnel in this case Civil Servants (PNS). It must be admitted, as long as this problem has always been in the spotlight the performance of civil servants are less well by the various elements of society, coupled with the occurrence of cases which tarnished the image of the government officials who carried out a handful of unscrupulous civil servants. Mirisnya, PNS always identified with lazy performance, absenteeism, wandering during working hours, late for work, ethical violations, drug abuse, even to the term, "smart or dumb same salary".

However, not all civil servants have the mental and moral like that, there are still many government officials were disciplined, perform well and carry out their duties and functions as public servants to promote devotion, conscience, excellent service, voluntary, which must remain guided by the provisions of the applies.

The existence of a negative image of the profile of civil servants are things that need to be studied and the subject of deep thought for us all. Various systems and rules are built to minimize the chances and opportunities that lead to deeds and actions which damage the image of civil servants. One of the government's efforts to improve and enhance the image of civil servants is to implement a system of performance appraisal of civil servants. Performance appraisal, it has been mandated in Article 12 and Article 20 of Law No. 43, 1999, among others, civil servants mandated that coaching is done by the system and system performance career that focused on system performance and to ensure objectivity in considering the appointment and promotion in positions held performance appraisal.

Although the Law 43 of 1999 on the Amendment of Act No. 8 of 1974 on the Fundamentals of Civil void and replaced with the new legislation, it shows the spirit of reform in the bureaucracy have been implemented long ago. With the enactment of Law No. 5 2014 of the Civil Administrative State or better known as the Law ASN, the spirit of improvement and refinement of civil servants performance even more emphasized. The performance assessment of civil servants, mandated in the torso Law 5 in 2014 specifically in Article 75 through Article 78.

 

Government Regulation (PP) No. 46 of 2011

Government Regulation (PP) No. 46 of 2011 on Job Performance Assessment of civil servants is one of the policies established by the government in improving the performance of civil servants as well as to improve the image of the government apparatus. The birth of this regulation, is a refinement of Regulation No. 10 of 1979 concerning the implementation of civil service job is more familiar or known to Work Implementation Assessment Checklist (DP-3).

 

Understanding performance appraisal of civil servants is a process of systematic review conducted by officials of the target employee assessors and work behavior of civil servants. In the performance appraisal system, PNS first create a target employee (SKP) which contains a description of activities office tasks or duties and functions. SKP is made at the beginning of January, after compiled and agreed upon between the employer directly to the civil servants concerned, defined as contract work performance, then at the end of the SKP is used as a standard / measure performance appraisal.

Empirical problems or pengalamam during this, the measurement of performance appraisal of civil servants is no longer relevant to current needs. Even indicators more emphasis on assessment ratings are subjective and objective assessment override. According to Drs. S. Kuspriyomurdono, M. Si, Deputy Head of Performance Development and Legislation BKN Jakarta, 2013, issue of empirical implementation of civil service jobs, among others:

1. The fact empirically demonstrate the implementation of the assessment process tends to get stuck into the work of civil servants in the process of formality. DP3-civil servants have lost the sense and meaning of substantive, not directly related to the work of civil servants.

2. DP3-PNS substantially unusable as assessment and measurement of how much productivity and contribution to the organization of civil servants. How big success and or failure of civil servants in performing job duties.

3. Assessment DP3-PNS, more oriented personality assessment (personality) and behavior (behavior) is focused on the formation of individual characters using behavioral criteria, has not focused on performance, increased yield, productivity (end result) and the development of potential utilization.

4. The assessment process is confidential, so the lack of educational value, because the results of the assessment is not communicated openly.

5. Measurement and assessment of work performance is not based on the target goal (performance standards / expectations), so that the process tends to be biased assessment is subjective and = too cheap / inexpensive. Value middle way with a good average to avoid very good value or less, if believed to promotion rated high, if not for the promotion tend to look for a reason to assess moderate or less.

6. The immediate supervisor as official appraiser, just to assess, not / do not give clarification and assessment results are not up assessment.

7. Tops appraiser officials just as the legality of the assessment results do not serve as a motivator and evaluator to evaluate the effectiveness and consistency of assessors officials in carrying out the assessment process.

Thus it appears that assessment DP3-PNS in PP 10 1979 is more oriented to the personality and behavioral assessment has not focused on performance, increased yield, productivity and development potential utilization. This deficiency, enhanced by Job Performance Assessment system of civil servants in PP 46 of 2011, which mandates the assessment carried out systematically emphasis on target achievement level employee or outcome level of work that has been drawn up and agreed between the PNS with Appraisal Officer. Job Performance Assessment PNS itself is a combination of the target employee (SKP) with a weighting of 60% and 40% work behavior (service orientation, integrity, commitment, discipline, teamwork, leadership).

 

Sanctions

In Article 5 Paragraph (1) PP 46 of 2011 states that, "Every civil servant shall prepare SKP". SKP compiled in early January and is set by the Appraisal Officer as one element of Job Performance Assessment. Civil servants who do not prepare SKP sentenced to discipline as the Government Regulation No. 53 of 2010 on Discipline PNS.

Although government regulations governing the implementation of the Job Performance Assessment. PNS through PP 46 In 2011 a new implementation in January 2014, but the form of disciplinary sanctions have been arranged in advance of 1 (one) year before the year of 2010 with Regulation 53 of 2010. This form of sanction has been arranged on the trunk PP 53 In 2010, Article 9 and Article 10 item 12 item 10, otherwise if the achievement Working Target PNS (SKP) at the end of the year only reached between 25% to 50% penalty being imposed, and that SKPnya below 25% in severe penalties.

Sanctions are not only given in the form of disciplinary punishment, but the manufacture of performance appraisal determines the civil service career that promotion of civil servants. One requirement for the promotion attach a list of assessment 2 (two) last. That is, for proposing a promotion in April and the period of October 2015 and subsequent years, every civil servant must attach DP-3 in 2013 and Job Performance Assessment in 2014 while the 2016 promotion attach Job Performance Assessment in 2014 and 2015.

Technical guidelines for the manufacture of performance appraisal contained in Regulation No. Head BKN 1 of 2013 on the Implementation Provisions of Government Regulation Number 46 Year 2011 on the assessment of work performance of civil servants. Congratulations work and make Job Performance Assessment, may we all be successful. Ameen ...a

Penulis: 
Fran Darmawan
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
436,798 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
414,178 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
233,803 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
204,887 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
141,606 kali dilihat