Gerakan Radikalisme Tumbuh Subur Tanpa Henti Di Indonesia

Faham Radikalisme

            Kelompok Radikal biasa diartikan dengan suatu kelompok yang memiliki faham atau aliran tertentu yang berusaha melakukan perubahan dan pembaharuan dengan menempuh cara-cara kekerasan eksrem ekstrem. Cara-cara kekerasan itu antara lain menghalalkan segala cara di dalam mencapai tujuannya, termasuk melakukan tindakan pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya untuk memperoleh dana guna membiayai perjuangannya. Kelompok Radikal juga berusaha untuk mengganti tatanan nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Simbol perjuangan yang mereka usung ialah jihad untuk melawan kekafiran.

            Radikal dan radikalisme, dua istilah yang akhir-akhir ini sering kali dikaikan dengan  aksi-aksi kekerasan yang dikonotasikan dengan kekerasan berbasis agama termasuk aksi terorisme. Istilah radikal dan radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”. berarti akar, sumber, atau asal mula radikal sama dengan menyeluruh, besar-besaran, keras, kokoh, dan tajam. Hampir sama dengan pengetian itu, radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”. didefinisikan sebagai faham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

         Radikalisme dengan arti paham dalam politik yang ekstrem dan dengan menggunakan cara kekerasan, atau paham keagamaan yang fanatik hingga memaksa orang lain, jelas bertolak-belakang dengan Islam. Di dalam al-Quran disebutkan: Lâ ikrâha fî ad-dîn (Tak ada paksaan dalam memeluk Islam) (QS al-Baqarah [2]: 256).   Memaksakan agama Islam kepada orang lain adalah larangan keras di dalam Islam. Apalagi mengganggu, menteror, dan mengebom orang-orang kafir yang hidup berdampingan dengan umat Islam. Itu jelas dilarang keras dalam Islam. Jadi, meski secara bahasa, Islam adalah radikal, Islam menolak radikalisme. Islam menolak cara-cara kekerasan dalam perubahan sosial-politik dan juga dalam pemaksaan agama seseorang. Mungkin terkesan tidak konsisten: radikal tetapi menolak radikalisme.

Munculnya Gerakan Radikalisme

                 Pasca reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena radikalisme di kalangan umat Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai hal apakah ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme Islam telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi, kadangkala gerakan ini berbeda pandangan serta tujuan, sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya “negara Islam Indonesia”,tergantung sudut pandang penganutunya.
           Pola organisasi mereka juga beragam, mulai dari gerakan moral ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesai (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia serta yang mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, dan Front Pemuda Islam Surakarta. Meskipun demikian, ada perbedaan dikalangan mereka, ada yang kecenderungan umum dari masyarakat untuk mengaitkan gerakan-gerakan ini dengan gerakan di luar negeri kemudian menjadi poros untuk dicontoh.
         Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan.

Kelompok radikal Indonesia yang disumpah oleh pemimpin ISIS yaitu :
1. Mujahideen Indonesia Barat
2. Mujahideen Indonesia Timur
3. Jamaah Tawhid Wal Jihad
4. Forum Aktivis Syariah Islam
5. Pendukung dan Pembela Daulah
6. Gerakan Reformasi Islam
7. Asybal Tawhid Indonesia
8. Kongres Umat Islam Bekasi
9. Umat Islam Nusantara
10. Ikhwan Muwahid Indunisy Fie
11. Jazirah Al-Muluk Ambon
12. Ansharul Kilafah Jawa Timur
13. Gerakan Tawhid Lamongan
14. Khilafatul Muslimin
15. Laskar Jundullah
16. DKM Masjid Al Fataa
Kelompok yang mendukung ISIS:
1. RING Banten
2. Jamaah Ansharut Tauhid
3. Halawi Makmun Group

 

Bagaimana kaitan Radikalisme dengan Terorisme

          Kedua  hal tersebut merupakan tindakan kekerasan atau ancaman bagi kehidupan keberagamaan. Tindak kejahatan tersebut sesungguhnya dilakukan oleh sekelompok minoritas orang yang menolak dan sekaligus tidak percaya lagi pada sistem dan proses demokrasi yang ada. Gerakan tersebut menginginkan adanya perubahan sosial dan politik secara drastis dengan kekerasan. Sedang agama yang dijadikan sebagai fondasi kemudian dipahami secara ekstrem. Namun, benarkah radikalisme dan terorisme merupakan watak bawaan dari bentuk keberagamaan masyarakat Indonesia? Berdasarkan analisis keterkaitan Islam dan demokrasi di Indonesia menilai, keberadaan Islam Radikal bukanlah fenomena yang asli terlahir dari Indonesia. Mereka kental dengan pengaruh-pengaruh eksternal dari Timur Tengah. Keberadaan gagasan “Islamisme” yang mereka bawa pun tidak sepenuhnya mencerminkan keindonesiaan, sebagaimana gerakan radikal ISIS saat ini.

          Pengaruh eksternal dari timur tengah yang telah membawa Pan-Islam, Muslim Persaudaraan, dan Kekhalifaan di Indonesia. Pengaruh-pengaruh tersebut terbangun melalui organisasi Islam kontemporer, seperti Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansarut Tauhid, Majelis Mujahidin Indonesia dan banyak lainnya.  Sebab utama berkembangnya gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia; pertama, warisan sejarah umat Islam yang konfliktual dengan rezim yang otoriter. Di era itu, ada modus-modus penindasan politik Islam yang terjadi pada beberapa bagian sejarah, khususnya Orde Baru. Misalkan, beberapa pemberontakan lahir di Sulawesi Selatan (Kahar Muzakkar), Kalimantan Selatan (Ibnu Hajar), Jawa Barat (Kartosuwiryo), dan Aceh (Daud Beureueh) yang masih terwariskan dan teraktifasi sampai pada generasi masa kini. Kedua, tidak terciptanya keadilan sosial dan ketimpangan secara ekonomi. Dalam frame ini, radikalisme muncul karena akses kapitalisme yang menciptakan dan menjadikan kelompok-kelompok tersebut tak bisa memiliki akses pada sumber-sumber modal penghidupan. Secara umum, perkembangan radikalisme dinilai sebagai akibat langsung dari kemiskinan, ketidaksetaraan, dan marginalisasi dalam aspek ekonomi dan sosial. munculnya gerakan radikalisme bukan hanya merupakan aspirasi ideologis yang berkutat pada romantisme sejarah untuk mengembalikan daulat khilafah, tetapi juga sebagai respons atas kegagalan negara dalam memenuhi hak-hak warganya sehingga mengakibatkan kesenjangan.

Pengaruh gerakan radikalisme dan terorisme

          Adnya perkembangan teknologi yang semakin canggih terkait erat dengan situasi sosial yang masih menyisahkan kesenjangan, diskriminasi, dan marginalisasi yang berbuntut pada kekerasan. Namun demikian, penyelesaian dari persoalan-persoalan tersebut tidak bisa hanya semata-mata disorot dalam asumsi keamanan sebagai ancaman yang perlu dibasmi karena mereka adalah masyarakat yang menjadi korban, atau asumsi agama sebagai bentuk perjuangan suatu kelompok atas nama jihad yang mengakibatkan tindakan kekerasan dan kebencian antar agama, tapi lebih pada sebab dasar dari kegagalan negara dalam menciptakan tatanan sosial yang berkeadilan dan berkemanusiaan. Islam jelas menolak radikalisme.

    Namun, istilah ini memungkinkan untuk ditarik-tarik dan ditafsirkan secara sembarangan oleh kelompok status quo demi kepentingan mereka. Mereka akan berupaya untuk mencari justifikasi bahwa para aktivis Islam adalah penganut radikalisme. Salah satu justifikasi adalah bahwa mereka yang terduga melakukan aksi terorisme kebetulan menggunakan simbol-simbol Islam. Mereka juga mengungkapkan bahwa syariah Islam wajib ditegakkan. Kemudian disimpulkan dengan sembarangan bahwa orang yang memperjuangkan syariah berarti berpeluang melakukan terorisme. Oleh karena itu, sering dikatakan sikap radikalisme cenderung dekat terorisme. Bahkan radikalisme dituduh sebagai pemicu teorisme. Istilah yang dipakai adalah kata “cenderung”, yakni sebuah kata yang sangat fleksibel untuk dipermainkan.

Stategi Kaum Radikal

         Strategi / taktik kaum radikal ini sangat penting diketahui lebih awal agar pemerintah, para ulama, organisasi, serta masyarakat secara umum waspada akan gerakan mereka. Adapun strategi tersebut adalah:

a. Aliansi Politik
Kelompok radikal membangun dukungan politik dengan politisi atau penguasa. Biasanya saat ada momen politik pemilu atau pilkada.  Ada  hubungan simbiosis  mutulisme dalam aliansi ini.

b. Cari Dukungan dari Tokoh dan Ormas Islam Moderat
Dikarenakan jumlahnya sedikit, maka kelompok intoleransi tersebut membangun hubungan dengan tokoh agama atau ormas yang moderat. Mereka mengembangkan berbagai taktik, di antaranya       adalah  aktif  melobi  tokoh dan para  habib serta  berbagai ormas Islam untuk  berjuang bersama-sama mereka.

c. Infiltrasi MUI
Sejak tahun 2005, kelompok radikal   memandang    memerlukan dukungan lembaga ulama yang   memiliki   otoritas    tertinggi di Indonesia (MUI). Taktik yang dipakai adalah masuk menjadi pengurus ke MUI dan mendesakkan agenda radikal mereka atas nama MUI.

d. Aksi Hukum dan Aksi Jalanan
Kelompok   Islam     radikal    mengembangkan     strategi    advokasi      yang  memadukan   advokasi    non-litigasi    (di luar pengadilan) dengan advokasi   litigasi  ( lewat pengadilan). Mereka tampaknya     sadar bahwa tanpa sokongan produk hukum, perjuangan mereka akan sulit berhasil. Namun, mereka juga sadar bahwa untuk menghasilkan sebuah produk hukum yang pro agenda perjuangan mereka, diperlukan aksi-aksi jalanan agar bisa menekan aparat hukum dan pemerintah.

5. Jaringan Aksi Antarkota
Sudah sejak lama kelompok Islam radikal sudah mengembangkan strateg membangun jaringan aksi. Mereka berusaha agar setiap aksinya didukung    oleh kelompok lainnya. Tujuannya agar isu yang diperjuangkan menjadi lebih kuat gaungnya dan bisa menjadi agenda perjuangan bersama.

     Upaya mencegah radikalisme

        Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur, terutama di  bangsa Indonesia ini, antara lain :

     a. Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar

         Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme dan tindak terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada siapapun, terutama kepada para generasi muda. Hal ini disebabkan pemikiran para generasi muda yang masih mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi terkait suatu hal yang baru seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan dampak pengaruh globalisasi.  Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas ilmu umum saja, tetapi juga ilmu agama yang merupakan pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan juga keyakinannya kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus diperkenalkan secara baik dan benar, dalam artian haruslah seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Sedemikian sehingga dapat tercipta kerangka pemikiran yang seimbang dalam diri.

    b. Memahamkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar

Hal kedua yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindak terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Setelah memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan dengan baik dan benar, langkah berikutnya ialah tentang bagaimana cara untuk memahamkan ilmu pengetahuan tersebut. Karena tentunya tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman terhadap yang dikenal juga diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman akan ilmu pengetahuan, baik ilmu umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka kekokohan pemikiran yang dimiliki akan semakin kuat.

    C  Aksi sosial

Masalah ini bisa terjadi memicu munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut tidak terjadi, maka enjangan sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme tidak ingin terjadi pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan rakyat, mereka harusnya juga selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara.

   d. Menjaga Persatuan Dan Kesatuan

Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan sebagai upaya untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat, terbelih di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah masyarakat pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih dalam sebuah Negara yang merupakan gabungan dari berbagai masyarakat. Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan dengan adanya kemajemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk mencegah masalah radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan dalam kasus Indonesia ialah memahami dan penjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, dan semboyan  Bhinneka Tunggal Ika.

e. Mendukung Aksi Perdamaian

Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk mencegah tindakan terorisme agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan sebagai usaha agar tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan. Namun apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme dapat berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang sifatnya baru, berbeda, dan cenderung menyimpang sehingga menimbulkan pertentangan dan konflik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencegah agar hal tersebut (pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme) tidak terjadi ialah dengan cara memberikan dukungan terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh Negara (pemerintah), organisasi/ormas maupun perseorangan.

f. Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme Dan Terorisme

Peranan yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada aksi melaporkan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar. Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang bisa dilakukan agar pemahaman radikalisme tindak berkembang hingga menyebabkan tindakan terorisme yang berbau kekerasan dan konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama dan tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, pihak tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang bersangkutan.

g. Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan

    Meningkatkan pemahaman tentang hidup kebersamaan juga harus dilakukan untuk mencegah munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh akan keberagaman, termasuk Indonesia sendiri. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di samping menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara. Dengan demikian, pasti tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita sudah paham menjalan hidup secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan di tengah-tengah masyarakat dan Negara.

h. Menyaring Informasi Yang Didapatkan

    Menyaring informasi yang didapatkan juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan harus diikuti, terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, di mana informasi bisa datang dari mana saja. Sehingga penyaringan terhadap informasi tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, di mana informasi yang benar menjadi tidak benar dan informasi yang tidak benar menjadi benar. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring informasi yang didapat sehingga tidak sembarangan membenarkan, menyalahkan, dan terpengaruh untuk langsung mengikuti informasi tersebut.

 

i. Ikut Aktif Mensosialisasikan Radikalisme Dan Terorisme

Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak untuk menyebarkan pemahaman radikalisme dan melakukan tindakan terorisme, namun kita mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya radikalisme dan terorisme. Sehingga nantinya akan banyak orang yang mengerti tentang arti sebenarnya dari radikalisme dan terorisme tersebut, di mana kedua hal tersebut sangatlah berbahaya bagi kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara bersama-sama dalam dasar kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk mensosialisasikan tentang bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa menghindari pengaruh pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme.

  •  

        Deradikalisasi adalah bagian dari strategi kontra terorisme.Pendekatan Hard measure, belum dianggap bisa mereduksi dan menghabisi seluruh potensi  yang mengarah ke tindakan ”terorisme”. Bahkan dianggap belum efektif menyentuh akar persoalan terorisme secara komprehensif. Begitu juga ketika strategi Law Enforcement dirasa kurang memberikan efek jera dan belum bisa menjangkau  ke akar radikalisme. Sekalipun diakui cukup efektif untuk “disruption” tapi tidak efektif untuk pencegahan dan rehabilitasi sehingga masalah terorisme terus berlanjut dan berkembang. Deradikalisasi dan kontra-radikalisasi yang integratif  pada konteks ini adalah sebagai upaya baik dalam bentuk  langkah strategis maupun taktis untuk memotong  seluruh variabel  yang dipandang sebagai stimulan lahirnya tindakan ”terorisme” baik pra maupun pasca (terkait pembinaan terhadap narapidana dan mantan combatan). Maka program ini lebih banyak berbentuk ”soft approach”, baik kepada  masyarakat secara luas, kelompok tertentu maupun kepada individu-individu tertentu yang masuk dalam jejaring kelompok yang di cap ”radikal”, ”teroris” dan semacamnya.

         Teroris merupakan ancaman serius yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara serta kepentingan nasional. Ancaman terorisme perlu dicegah dengan salah satu program yaitu Deradikalisasi. Deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan dan sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan/atau prokekerasan.Implementasi Program Deradikalisasi (Pembinaan) dapat dilakukan melalui Deradikalisasi di dalam Lapas. dengan Sasaran narapidana terorisme yang berada di dalam lapas dengan melakukan identifikasi, Rehabilitasi, Reedukasi dan Resosialisasi.

           Deradikalisasi, melalui soft approach dan deteksi dini harus terus dijalankan, utamanya dengan menyasar langsung ke kelompok-kelompok radikal. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat saat ini terorisme sudah memasuki level baru. Aksi terorisme dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menyasar siapa saja. Para pelaku aksi teror tampaknya tidak butuh alasan kuat untuk melakukan aksi jahatnya. Mereka akan melakukan teror kapan saja mereka suka. Empat kasus teror terakhir; bom di jalan Thamrin, bom gereja di Medan, penyerangan oknum polisi di Tangerang, dan bom di Samarinda adalah contoh nyatanya. Serangan-serangan itu tidak terkait dengan tahun baru atau perayaan natal, ini murni serangan yang disengaja untuk membuat keributan. Ancaman lain yang juga perlu diwaspadai adalah tumbuhnya one wolf atau serigala tunggal. Yakni orang-orang yang secara mandiri rela melakukan aksi teror..

 

Fungsi Deradikalisasi

        Berfungsi untuk memberikan penetralan terhadap mereka yang mempunyai
paham-paham garis keras atau radikal melalui pendekatan yang bersifat
interdisipliner. Pendekatan itu berupa hukum, psikologi, agama, dan
sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal
dan/atau prokekerasan. Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan program
reorientasi motivasi, re-edukasi, resosialisasi, serta mengupayakan
kesejahteraan sosial dan kesetaraan dengan masyarakat lain bagi mereka yang
pernah terlibat terorisme maupun bagi simpatisan, sehingga timbul rasa
nasionalisme dan mau berpartisipasi dengan baik sebagai Warga Negara Indonesia. Program deradikalisasi memiliki multi tujuan bagi penanggulangan masalah terorisme secara keseluruhan antara lain :

  1. Melakukan counter terrorism
  2. Mencegah proses radikalisme
  3. Mencegah provokasi, penyebaran kebencian, permusuhan antar umat beragama
  4. Mencegah masyarakat dari indoktrinasi
  5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menolak paham teror
  6. Memperkaya khazanah terhadap perbandingan paham

 

Referensi :

1         http://kbbi.web.id/radikal

2         Http://kbbi.web.id/radikalisme

Penulis: 
Rachmat Bahmim Safiri, SH., M.Si - WI Madya BKPSDMD
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
430,630 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
383,861 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
229,750 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
202,545 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
138,202 kali dilihat