Memahami Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan & Perceraian Bagi PNS

Menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) atau yang lebih dikenal saat ini, dengan sebutan aparatur sipil negara (ASN), sangat berbeda dengan pegawai-pegawai pada perusahaan swasta, terutama berkaitan dengan masalah perkawinan dan perceraian. Salah satu contohnya, jika pegawai swasta “bebas” menentukan dirinya sendiri untuk kawin lagi tanpa melibatkan sang atasannya, namun bagi seorang aparatur sipil negara justeru sebaliknya.      

Perlu diketahui, ketika seorang aparatur negara ingin melakukan perkawinan bahkan sampai ke perceraian, mereka telah diikat oleh sebuah aturan kepegawaian, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 serta Surat Edaran kepala BKN Nomor 08/SE/1983 tentang izin Perkawian dan Perceraian Bagi PNS.

Selama ini, sebagian besar aparatur sipil negara masih tidak memahami bahkan ada yang tidak mengetahui peraturan bagi seorang aparatur sipil negara ketika akan melaksanakan perkawinan, termasuk didalamnya ketika akan mengakhiri sebuah perkawinan. Akan tetapi, ada juga sebagian yang telah tahu dan mengerti, namun sangat disayangkan mereka tetap saja melakukan pelanggaran. 

Kendati begitu, apa pun yang terjadi seperti yang disebutkan di atas, izinkan penulis menyampaikan sedikit ulasan masalah perkawinan dan perceraian bagi aparatur sipil negara. Ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terkini bagi yang merasa berstatus pegawai negeri. Bagi pegawai negeri, harus memperhatikan betul bahwa perkawinan memiliki azas dan prinsip.

 Dijelaskan, pegawai negeri yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara tertulis kepada pejabat selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan berlangsung, begitu juga bagi pegawai negeri yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Maksudnya, harus ada pemberitahuan perkawinan berkaitan dengan masalah gaji dan dibuatkan kartu suami dan kartu isteri.

Dalam hal ini, patut diketahui aparatur sipil negara pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari atasan atau pejabat yang berwenang. Untuk aparatur sipil negara wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Kemudian, aparatur sipil negara dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

Begitu pula dengan PNS/ASN yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Misalnya, kalau dia sebagai Pejabat Eselon II maka yang memberikan izin adalah Pejabat Eselon I, dan diajukan secara tertulis serta dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian. Bagi PNS/ASN yang akan melakukan perceraian harus mencantumkan alasan-alasan yang jelas.

Selanjutnya, bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai tergugat harus memperoleh izin dari atasan. Dalam surat permintaan izin perceraian harus disebutkan alasan-alasan yang lengkap dan mendasar,  sebagai berikut: 1) Salah satu pihak berbuat zina; 2) Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan; 3) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah; 4) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung; 5) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Berikutnya, ada prosedur dan tata cara pemberian izin perceraian yang juga harus diketahui dan dipahami, yaitu: 1) bahwa PNS harus mengajukan permohonan perceraian disertai alasan-alasan dan ditujukan kepada kepala SKPD; 2) Kepala SKPD memerintahkan atasan dari PNS/ASN tersebut untuk melakukan mediasi, pemeriksaan, memberikan pembinaan, penasihatan, dan dibuatkan BAP; 3) apabila kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perceraian maka akan diterbitkan izin perceraian dari atasan atau pejabat yang berwenang dan atasan atau pejabat berwenang yang menandatangani Keputusan tentang izin perceraian tersebut, disesuaikan dengan pangkat/golongan dan jabatan PNS/ASN yang mengajukan perceraian tersebut. Hal di atas berdasarkan Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/888/BKD/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Harus diperhatikan juga bahwa PNS/ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat berwenang apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif, yaitu: 1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya; 2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan; Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain syarat alternatif, ada juga syarat kumulatif, yaitu: 1) Ada persetujuan tertulis dari isteri; 2) PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya; 3) Ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan kepada Pejabat apabila: 1) Bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang dianut PNS tersebut; 2) Tidak memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif; 3) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; 5) Ada kemungkinan menggangu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pembagian Gaji Akibat Perceraian

Gaji adalah seluruh penghasilan yang diterima selaku PNS dan tidak terbatas pada besaran gaji pada saat perceraian. Sebuah perceraian bagi PNS/ASN akan berdampak pada beberapa hal, satu diantaranya adalah gaji. Perlu diketahui, PNS/ASN pria wajib menyerahkan sebagian gajinya apabila: 1) Perceraian tersebut merupakan kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagain gajinya untuk penghidupan bekas usteri dan anak-anaknya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatarbelakangi perbuatan negatif suaminya, misalnya suami berzinah, isteri dimadu, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun batin, dan lain—lainnya. Namun, PNS/ASN pria tidak wajib menyerahkan sebagian gaji jika: 1) PNS/ASN pria yang menggugat, tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya, misalnya isteri berzinah, isteri menjadi pemabuk, pemadat dan lain-lainnya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya.

Berikut ini, pembagian gaji akibat dari perceraian, yaitu: 1) Pembagian gaji akibat perceraian apabila ada anak maka mendapatkan 1/3 Suami, 1/3 mantan isteri dan 1/3 Anak. Hal ini tidak tergantung pada jumlah anak; 2) Pembagian gaji akibat perceraian apabila tidak ada anak maka mendapatkan ½ suami dan ½ mantan isteri; 3) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut mantan isteri maka mendapatkan  suami 1/3 dan  mantan istri 1/3 , anak 1/3; 4) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut suami, maka mendapatkan Suami 1/3, Anak 1/3 dan mantan istri 1/3.

Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa mantan isteri tidak berhak lagi menerima bagian gaji tersebut, apabila telah menikah lagi. Ingat !!!....PNS/ASN pria yang menolak memberikan gaji dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat. Bendaharawan dapat menyerahkan bagian gaji yang menjadi hak mantan isteri.

Sanksi Tidak Mematuhi PP/10 TAHUN 1983 Jo PP/ 45 TAHUN 1990

Apabila PNS melakukan pelanggaran terhadap PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45 Tahun 1990, maka akan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010, apabila: 1) Tidak memberitahukan perkawinan pertama dalam jangka waktu 1 tahun setelah perkawinan; 2) Cerai tanpa izin / surat keterangan dari atasan atau Pejabat yang berwenang; 3) Beristeri lebih dari seorang tanpa izin atasan atau pejabat yang berwenang; 4) Hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; 5) Tidak melaporkan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan setelah perceraian; 6) PNS pria tidak melaporkan perkawinan kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan.

PNS/ASN Wanita tidak diizinkan menjadi isteri Kedua/Ketiga/keempat. Apabila melanggar, maka akan dijatuhi hukuman disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS.

Penulis: 
Fitri Novera Damarwati, SH
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
431,712 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
393,915 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
232,420 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
203,603 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
139,556 kali dilihat