Negara Kesatuan Republik Indonesia Harga Mati !!!

PANGKALPINANG – Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (RI), Rudiantara menegaskan, sejak diproklamirkannya kemerdekaan, bangsa Indonesia telah berjanji dan berketetapan hati bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah harga mati !, yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam kondisi dan keadaan apapun. NKRI adalah negara demokrasi berlandaskan ideologi Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup di tengah masyarakat. Wilayah NKRI terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, terdiri dari 17.508 pulau, dihuni oleh penduduk sebesar 254,9 juta jiwa dengan 1.331 suku bangsa, 746 bahasa daerah, dengan garis pantai sepanjang 99.093 kmpersegi. Menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa Indonesia secara konsisten untuk menjaga, melindungi dan memelihara tegaknya NKRI dari gangguan apapun, baik dari dalam maupun dari luar dengan cara menerapkan prinsip dan nilai-nilai nasionalime dalam kehidupan sehari-hari. “Komitmen terhadap NKRI ini, penting saya tegaskan kembali pada upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-108 ini, mengingat setelah sekian lama berdiri sebagai bangsa, ancaman dan tantangan akan keutuhan NKRI tidak selangkah pun surut. Bahkan melalui kemajuan teknologi digital, ancaman radikalisme dan terorisme, misalnya, mendapatkan medium baru untuk penyebaran paham dan praktiknya,” kata Menko Info, Rudiantara dalam sambutannya yang dibacakan Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Pemprov Babel, Ir. Amrullah Harun, M.Si dalam Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-108 yang berlangsung di Halaman Kantor Gubernur Babel, Air Itam Pangkalpinang, Senin (23/5/2016). Lebih lanjut Amrullah memaparkan, salah satu inspirasi yang bisa diserap dari berdirinya Boedi Oetomo sebagai sebuah organisasi modern pada tahun 1908 adalah munculnya sumber daya manusia Indonesia yang terdidik, memiliki jiwa nasionalisme kebangsaan, dan memiliki cita-cita mulia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Dengan tampilnya sumber daya manusia yang unggul inilah semangat kebangkitan nasional dimulai.  Perjuangan Boedi Oetomo yang dipimpin oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo dan Dokter Soetomo tersebut, kemudian dilanjutkan oleh kaum muda pada tahun 1928 melahirkan Soempah Pemoeda. “Melalui perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya kita dapat memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kita juga menghadapi permasalahan ketahanan bangsa secara kultural. Munculnya kekerasan dan pornografi, misalnya, terutama yang terjadi pada generasi yang masih sangat belia, adalah satu dari beberapa permasalahan kultural utama bangsa ini, yang akhir-akhir ini, mengemuka dan memprihatinkan. Lagi-lagi, medium baru teknologi digital berperan penting dalam penyebaran informasi, baik posisif maupun negatif, secara cepat dan massif,” paparnya. Ketika berbicara tentang lanskap dunia dalam konteks teknologi digital tersebut, ditambahkannya, bangsa ini juga menghadapi problem kaburnya batas-batas fisik antara domestik dan internasional. Potensi pergaulan dan kerja sama saling menguntungkan akibat relasi dengan dunia internasional tumbuh makin intens, tetapi juga sekaligus makin rentan terhadap penyusupan ancaman terhadap keutuhan NKRI dari luar wilayah negeri ini. “Tantangan-tantangan baru yang muncul di depan kita tersebut, memiliki dua dimensi terpenting, yaitu kecepatan dan cakupan. Tentu kita tidak ingin kedodoran dalam menjaga NKRI akibat terlambat mengantisipasi kecepatan dan meluasnya anasir-anasir ancaman karena tak tahu bagaimana mengambil bersikap dalam konteks dunia yang sedang berubah ini. Oleh sebab itu, saya memandang penting tema “Mengukir Makna Kebangkitan Nasional dengan Mewujudkan Indonesia yang Bekerja Nyata, Mandiri dan Berkarakter“ yang diangkat untuk peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2016 ini. Dengan tema ini, kita ingin menunjukkan bahwa tantangan apapun yang kita hadapi saat ini, harus kita jawab dengan memfokuskan diri pada kerja nyata secara mandiri dan berkarakter,” tegas Amrullah. “Kini bukan saatnya lagi mengedepankan hal-hal sekadar pengembangan wacana yang sifatnya seremonial dan tidak produktif. Kini saatnya bekerja nyata dan mandiri dengan cara-cara baru penuh inisiatif, bukan hanya mempertahankan dan membenarkan cara-cara lama sebagaimana yang telah dipraktikkan selama ini. Hanya karena telah menjadi kebiasaan sehari-hari, bukan berarti sesuatu telah benar dan bermanfaat. Kita harus membiasakan yang benar dan bukan sekadar membenarkan yang biasa,” timpalnya. Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-108 tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, diikuti para Pejabat Struktural Eselon II, III, IV dan Jabatan Fungsional Umum dan Jabatan Fungsional Tertentu di Lingkungan Pemprov Babel.

Penulis: 
as/BKD Babel
Sumber: 
BKPSDMD