Peningkatan Kinerja Pegawai Negri Sipil, Mungkinkah? (Translate)

Ketika mendengar kata Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengertian yang ada di benak sebagian besar orang adalah pegawai yang dipekerjakan oleh Negara dan diberi tugas untuk melayani masyarakat serta dibayarkan gajinya oleh Negara dan mendapatkan uang pensiun. Terdengar menjanjikan untuk sebagian orang yang menginginkan kemapanan walaupun tidak berlebihan. Namun jika dikaitkan dengan kinerjanya, lagi-lagi stereotip negatif yang terpikirkan. Kinerja PNS sering dianggap kurang profesional, kurang produktif, dan identik dengan bermalas-malasan, mau kerja jika ada uang saja dan berbagai stereotip negatif lainnya. Jarang sekali ada yang membicarakan prestasi dari PNS atau Pegawai Negeri Sipil. Ditambah lagi dengan kasus-kasus yang muncul belakangan ini, seperti korupsi berjamaah dan kasus-kasus asusila terutama perselingkuhan yang kerap terjadi di lingkungan kerja PNS. Seolah-olah tidak ada lagi prestasi yang bisa dibanggakan menjadi seorang PNS. Apakah sudah sedemikian parahnya Pegawai Negeri Sipil itu di mata masyarakat? Masih adakah cara untuk memperbaiki kinerja dan citra Pegawai Negeri Sipil itu?

 Menurut UU No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri bertugas menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pegawai Negeri terbagi ke dalam tiga bagian yaitu Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Republik Indonesia. Dalam UU No. 43 tahun 19991999 tentang Perubahan atas UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PNS berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan beban dan tanggung jawab pekerjaannnya serta harus mampu memacu produktifitas dan menjamin kesejahteraannya. Sistem penggajian PNS dijamin dalan undang-undang dan diatur berdasarkan peraturan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Seperti yang tercantum dalam pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2014 yang dibacakan Presiden SBY pada 16 Agustus 2014 lalu, pemerintah akan menganggarkan belanja untuk pegawai negeri, serta anggota TNI dan Polri dengan total Rp 276 triliun, atau naik 18,8% dari tahun 2013. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh ditempuhnya kebijakan kenaikan gaji pokok PNS, serta anggota TNI/Polri sebesar rata-rata 6%, serta penyediaan cadangan anggaran untuk mengantisipasi kebutuhan gaji bagi tambahan pegawai baru di instansi pemerintah pusat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan menggantikan pegawai yang memasuki usia pensiun.

Dengan besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya wajar jika masyarakat mengharapkan kinerja yang produktif dan profesional dari PNS. Namun seperti yang kita ketahui, kinerja dan produktivitas birokrat Indonesia sangat rendah. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga kita Singapura, kinerja PNS di Indonesia masih tertinggal jauh. PNS di Singapura mendapatkan pendidikan dan pelatihan dua minggu setiap tahun. Singapura termasuk negara kecil, namun sistem pemerintahannya bisa dibilang bagus. Keberhasilan Singapura dalam menciptakan pelayanan publik kelas dunia yang sangat efektif, responsif, dan berpandangan ke depan tentu tidak terlepas dari peran pemerintah Singapura sebagai penyelenggara pelayanan publik. Misi utama dari pelayanan publik negara Singapura adalah membangun masa depan dan mewujudkan visi warga Singapura, yaitu memberikan pelayanan publik kelas dunia (developing first class public service). Agar dapat memberikan pelayanan publik kelas satu, maka harus memiliki sistem manajemen yang bagus untuk menghasilkan SDM berkualitas dan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Karena miskin akan sumber daya alam, maka Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu sumber kekuatan kompetitif bagi Singapura untuk bersaing dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Di Singapura, PNS digaji dengan harga pasar yang bersaing sesuai dengan kemampuan dan tanggungjawabnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan dan mempertahankan para pegawai yang berkompetensi tinggi untuk menciptakan dan memelihara pelayanan publik yang berkualitas tinggi. Sistem penilaian PNS dikenal dengan istilah 2P, yaitu pegawai dinilai berdasarkan performance (kinerja) dan potensi untuk mengerjakan tugas-tugas pada level yang lebih tinggi, yaitu dua level di atas tugasnya saat ini. Dengan begitu, kualitas dan kinerja PNS akan benar-benar terlihat dan terasa dengan baik (Suryanatha, 2013)

Hal ini juga menjadi salah satu penyebab membuat daya saing Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi selalu tertinggal dibanding negara-negara lain. Ada beberapa hal mengapa kinerja dan produktivitas PNS Indonesia rendah.  Pertama, sistem rekrutment PNS yang masih berkolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), bukan berdasarkan kompetensi. Kedua, kenaikan pangkat dan sistem penggajian PNS dilakukan secara berkala bukan berdasarkan prestasi kerja. Ketiga, sistem pengawasan internal PNS seperti adanya inspektorat jenderal tidak berjalan, inspektorat jenderal hanya seperti stempel saja. Karena ketiga hal di ataslah, tidak mengherankan apabila kinerja PNS Indonesia rendah seperti malas-malasan, sering bolos, tidak produktif dan apalagi jika liburan Lebaran, PNS masuk kerja tidak sesuai dengan tanggal yang ditetapkan.

 Melihat berbagai kenyataan dan permasalahan di atas sudah sepatutnya Indonesia melakukan peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil-nya. Hal ini harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing Negara Kesatuan Republik Indonesia baik dari segi pelaksanaan birokrasi pemerintahan maupun dari segi ekonomi, jika kita sebagai Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mau terus menerus tertinggal dari Negara-negara di dunia bahkan di kawasan ASEAN sendiri.  Peningkatan kinerja PNS bisa dilakukan dengan dimulai dari reformasi sistem seleksi calon pegawai negeri sipil sampai dengan pembinaan pegawai negeri sipil yang sudah bekerja di seluruh, kementerian, badan maupun dinas baik pusat maupun daerah di seluruh Republik Indonesia khususnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Reformasi sistem seleksi CPNS sudah dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Tujuan reformasi sistem seleksi CPNS adalah untuk mewujudkan sistem seleksi CPNS yang bersih, obyektif transparan, kompetitif dan bebas dari KKN, tidak dipungut biaya serta memperoleh CPNS yang profesional, jujur, bertanggungjawab, netral. Hal ini dapat diperoleh melalui tahapan-tahapan dalam sistem seleksi CPNS yang dimulai dari penyusunan soal tes kemampuan dasar (TKD) oleh Panitia Pengadaan CPNS Nasional yang dibantu oleh Tim Ahli dari Konsorsium Perguruan Tinggi Negeri dan soal tes kompetensi bidang (TKB) yang disusun oleh instansi pembina jabatan fungsional masing-masing kementerian atau badan terkait. Kemudian penilaian hasil tes bukan berdasarkan sistem formasi lagi yang meluluskan CPNS dengan nilai berapapun jika memenuhi formasi melainkan dengan nilai ambang batas tertentu (passing grade) dari masing-masing sub tes baik TKD maupun TKB yang ditetapkan oleh Panitia Seleksi Nasional. Kemenpan dan RB mulai tahun 2013, untuk menjamin Standar Kompetensi Dasar CPNS dalam Tes Kompetensi Dasar menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) yaitu suatu metode seleksi dengan alat bantu komputer yang bertujuan dapat mempercepat proses pemeriksaan dan laporan hasil ujian, menciptakan standarisasi hasil ujian secara nasional, dan menetapkan standar nilai. Selain itu diharapkan juga dengan penggunaan CAT, peserta tes dapat mendaftarkan diri melalui internet untuk menghindari pendaftaran calon peserta tes ganda, peserta tes dapat dinilai langsung secara objektif sesuai dengan hasil yang diperoleh dan peserta ujian dapat mengakses dengan mudah terhadap pencapaian hasil (skor) yang diperoleh. Dengan perbaikan metode seleksi CPNS diharapkan tujuan reformasi seleksi CPNS yang berdasarkan kompetensi, profesional dan bersih dapat terwujud.

Kemudian dari segi pembinaan PNS yang sudah ada, Pemerintah Republik Indonesia berusaha mengembangkan profesionalisme dan kompetensi Pegawai Negeri Sipil melalui Jabatan Fungsional berdasarkan Peraturan Pemerintah no 16 Tahun 1994 yang telah diubah dalam peraturan Pemerintah No 40 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional PNS. PNS yang menjadi pejabat fungsional tertentu harus mengumpulkan angka kredit berdasarkan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan jabatan fungsional yang PNS tersebut. Kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi harus memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. PNS yang menjadi pejabat fungsional tertentu, pekerjaannya disesuaikan dengan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu juga PNS yang menjadi pejabat fungsional bekerja sesuai dengan butir-butir pekerjaan yang sudah ditetapkan dan tidak memiliki bawahan sehingga akan meningkatkan kemandirian dan profesionalisme PNS yang bersangkutan.

Mulai tahun 2014 pembinaan PNS akan dilakukan melalui Sasaran Kinerja Pegawai atau SKP yang harus dibuat oleh setiap PNS baik yang memiliki jabatan maupun tidak. SKP ini dibuat untuk menggantikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (perfomance appraisal) seorang pegawai. Kenyataan yang terjadi tahun-tahun belakangan ini menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam proses formalitas. DP3-PNS dirasa telah kehilangan arti dan makna substantif, tidak berkait langsung dengan apa yang telah dikerjakan PNS. DP3-PNS secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi serta seberapa besar keberhasilan dan atau kegagalan PNS dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (end result) dan pengembangan pemanfaatan potensi.

Sedangkan melalui metode SKP, penilaian prestasi kerja PNS secara sistemik menggabungkan antara penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan penilaian perilaku kerja. Penilaian prestasi kerja terdiri dari dua unsur yaitu SKP dan Perilaku Kerja dengan bobot penilaian unsur SKP sebesar 60 % dan perilaku kerja sebesar 40 % yang meliputi aspek-aspek: Kuantitas, Kualitas, Waktu, dan/atau Biaya. Sementara Penilaian perlaku kerja meliputi unsur: Orientasi Pelayanan, Integritas, Komitmen, Disiplin, Kerjasama, dan Kepemimpinan. Disamping melakukan Kegiatan Tugas Jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi pokoknya, apabila seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatannya, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. Selain tugas tambahan, PNS yang telah menunjukkan kreatifitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan, hasilnya juga dapat dinilai sebagai bagian dari capaian SKP. Pengertian kreativitas di sini maksudnya adalah kemampuan individu atau organisasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan mempunyai nilai manfaat bagi keberlangsungan organisasi. SKP ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari dan digunakan sebagai dasar penilaian prestasi kerja. Dengan adanya SKP ini setiap PNS mempunyai target pekerjaan yang jelas dalam satu tahun. Jadi tidak ada lagi istilahnya, tidak ada pekerjaan setiap harinya karena ada target pekerjaan yang harus dicapai dan seorang PNS dipacu untuk menjadi kreatif, tidak hanya menunggu pekerjaan tapi menciptakan pekerjaan yang bermanfaat untuk unit kerjanya..

Selain itu, ada batasan minimal target pekerjaan yang harus dicapai oleh PNS di dalam SKP karena jika tidak tercapai maka akan dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jika PNS hanya mencapai 25% sampai dengan 50% dari target pekerjaan yang tercantum dalam SKP, maka PNS tersebut akan diajtuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun. Sedangkan jika PNS hanya mencapai target pekerjaan kurang dari 25% dalam setahun makan akan dikenakan hukuman disiplin tingkat berat yaitu penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Dengan begitu diharapkan PNS akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam bekerja. Apalagi jika digabungkan dengan tunjangan penghasilan yang besarannya berdasarkan kinerja. Tentunya akan lebih membangkitkan motivasi lagi untuk bekerja dengan giat. Sehingga sedikit demi sedikit akan menghilangkan berbagai stereotip negatif PNS. Hal ini membutuhkan niat dan usaha yang tulus dari masing-masing PNS. Penulis sebagai Pegawai Negeri Sipil mengajak rekan-rekan sesama Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan perubahan yang dimulai dari diri kita sendiri. Marilah kita menjadi agent of change dalam hal peningkatan kinerja PNS, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan daya saing kita dengan Negara-negara lain di wilayah asia maupun di dunia. (pa/ah/BKD Babel), 27/02/14

 

English Version

Civil Service Performance Improvement, is it possible?

When you hear the word Civil Servants (PNS), the presumption in the minds of most people are employees who are employed by the State and given the task to serve the community as well as his salary is paid by the State and get a pension. Sounds promising for some people who want stability, although not excessive. However, if it is associated with performance, again negative stereotypes unthinkable. Performance of civil servants are often considered less professional, less productive, and synonymous with idleness, would only work if there is money and a variety of other negative stereotypes. Rarely there is talk about the achievements of the civil servants or civil servants. Coupled with the cases that appeared recently, such as corruption in congregation and especially immoral cases of infidelity that often occur in the civil service work environment. As if there are no more accomplishments to be proud of being a civil servant. Is it so bad that civil servants in the public eye? Are there any ways to improve the performance and image of the Civil Service?

According to Law No. 43 of 1999 concerning Amendment to Law No. 8 of 1974 on the Fundamentals of Personnel, Public Servant is every citizen of the Republic of Indonesia, which has been determined eligible, appointed by the competent authority and entrusted with the task in a country office or other State entrusted with the task and paid based on the laws and regulations in force. Servants are to ensure the implementation and development tasks of the government. Servants divided into three parts, namely the Civil Service, members of the Indonesian Armed Forces and members of the Indonesian National Police. In Law 43 year 19,991,999 on Amendments to Law No. 8 of 1974 on the Principles of Civil Service, civil servants are entitled to a decent salary in accordance with the burden and responsibility of his job and should be able to boost productivity and ensure their welfare. PNS payroll system guaranteed role in the laws and regulations set by the government through the State Budget. As stated in the Memorandum of Finance and State Budget speech in 2014 that the President was read on August 16, 2014, the government will be budgeted expenditure for civil servants, and members of the military and police with a total of Rp 276 trillion, up 18.8% from the year 2013 Increased is mainly attributable to the increase in base salary he passes the policy of civil servants, and members of the military / police amounted to an average of 6%, and the provision of budget reserves to anticipate the need for additional salaries for new employees in the central government institutions in order to improve the quality of public services and replace employees who entered retirement age.

With the amount of government funds spent annually normal that society expects a productive and professional performance of civil servants. But as we know, the performance and productivity of Indonesian bureaucracy is very low. When compared with our neighboring countries of Singapore, the performance of civil servants in Indonesia is still lagging far behind. Civil servants in Singapore to get the education and training of two weeks each year. Singapore is a small country, but arguably a good system of government. Singapore's success in creating a world-class public services are very effective, responsive, and forward-looking is certainly not independent of the Singapore government's role as a public service providers. The primary mission of public service state of Singapore is building the future and realize the vision of the citizens of Singapore, which provide world class public services (developing a first class public service). In order to provide a first-class public services, it must have good management system to produce quality human resources and maximize available resources. Being poor in natural resources, the Human Resources (HR) is a source of competitive strength for Singapore to compete with other countries in Southeast Asia. In Singapore, civil servants are paid with competitive market prices in accordance with the capabilities and responsibilities. This is done to obtain and retain highly competent employees to create and maintain high quality public services. PNS assessment system known as 2P, ie employees judged on performance (performance) and the potential to perform duties at a higher level, which is two levels above the current duties. By doing so, the quality and performance of civil servants will actually look and feel well (Suryanatha, 2013)

It is also one of the causes of the competitiveness of Indonesia, especially in the economic field is always lagging compared to other countries. There are a couple of things why the performance and productivity of Indonesian civil servants is low. First, civil service recruitment system which is still in collusion, corruption and nepotism (KKN), not based on competence. Second, promotion of civil servants and payroll system is done on a regular basis not based on job performance. Third, the internal control system of civil servants such as the inspectorate general do not run, just like the general inspectorate stamp alone. Because all three above mentioned points, it is not surprising that the low performance of Indonesian civil servants as lazy, absenteeism, unproductive and especially if the Eid holidays, civil servants do not come to work in accordance with the specified date.

Looking at the various realities and problems above has been duly Indonesia to increase the performance of its civil servants. This should be done to improve the competitiveness of the Unitary Republic of Indonesia, both in terms of the implementation of the government bureaucracy and in terms of economic, if we as a Nation and the Republic of Indonesia would not continually lag behind countries in the world even in the ASEAN region alone. Improved performance of civil servants can be done by starting from the candidate selection system reform civil service coaching to civil servants who have been working throughout, ministries, agencies and departments at the central and local levels throughout the Republic of Indonesia, especially the province of Bangka Belitung.

CPNS selection system reform has been carried out by the Ministry of Administrative Reform and Bureaucratic Reform (Kemenpan and RB). The purpose of the selection system reform is a civil servant civil servant selection system to realize a clean, objective transparent, competitive and free of corruption, free of charge and obtain professional civil servant, honest, responsible, neutral. It can be obtained through the stages in CPNS selection system that starts from the preparation of the basic abilities test item (TKD) by the National Committee for Procurement CPNS assisted by a team of experts from the Consortium of State Universities and field competency test item (TKB) developed by agencies functional advisor of each ministry or agency concerned. Then the test is not based on the assessment results more graduated system formation employees with any value if it meets formation but with a certain threshold value (passing grade) of each sub-test both TKD and TKB are set by the National Selection Committee. Kemenpan and RB began in 2013, to ensure basic competency standards in the Basic Competence Test CPNS system uses Computer Assisted Test (CAT) is a selection method with a computer tool which aims to accelerate the process of examination and report test results, creating a nationally standardized exam results , and set the standard value. In addition, it is expected also to the use of CAT, the test participants can enroll via the internet to avoid the registration of candidates for the double test, participants can test directly assessed objectively in accordance with the results obtained and the examinees can access easily to the achievement of results (scores) obtained . With improved methods of selection are expected CPNS reform goals CPNS selection based on competence, professional and clean can be realized.

Then in terms of coaching existing civil servants, the Government of the Republic of Indonesia sought to develop professionalism and competence of civil servants through Functional based on Government Regulation No. 16 of 1994 which was amended in government regulation No. 40 year 2010 on Functional PNS. Civil servants who become functionally officials must collect certain number of credits based on work performed in accordance with the functional position of the civil servants. Promotion and advancement must meet a higher level of credit points that have been established in accordance with applicable regulations. PNS is an officer in a particular functional, customized job with its competence. In addition, civil servants who become functionally officials working in accordance with a grain of jobs that have been defined and do not have subordinates that will increase the independence and professionalism of civil servants concerned.

Starting in 2014 the development of civil servants will be done through the Employee Performance Goals or assessments which must be made good by any civil servant who has a position or not. SKP is made to replace the Job List Implementation Assessment (DP3) is based on Government Regulation No. 46 Year 2011 on Job Performance Assessment of Civil Servants. Assessment is the process of implementation of employee work activities carried out to evaluate the level of implementation of the work or performance (performance appraisal) an employee. The fact that occurred in recent years shows the process of assessing the implementation of civil service jobs tend to be drawn into the process of formality. DP3-PNS deemed to have lost the sense and meaning of substantive, not directly related to what has been done PNS. DP3-civil servants can not be used substantively as assessment and measurement of how much productivity and contribution to the organization of civil servants as well as how much of the success and or failure of civil servants in carrying out job duties. Rating DP3-PNS, more oriented personality assessment (personality) and behavior (behavior) has not focused on the performance, increase yield, productivity (end result) and the development of potential utilization.

Meanwhile, through the method of assessments, performance appraisal of civil servants systematically combines Objective assessment of Civil Servants Working with behavioral assessment work. Performance appraisal consists of two elements, namely SKP and Behavior Working with elements SKP weight rating of 60% and 40% of work behavior which includes the following aspects: quantity, quality, time, and / or a fee. While behavior Assessment work includes elements: Service Orientation, Integrity, Commitment, Discipline, Cooperation, and Leadership. Beside doing Task Activity Position that it is the duty and function of the principal, if an employee has additional duties associated with his position, it can be assessed and determined to be an additional task. In addition to additional duties, civil servants who have demonstrated creativity that benefit the organization in carrying out basic office tasks, the results can also be assessed as part of the performance assessments. Understanding creativity here means the ability of an individual or an organization to create something new and have the value of benefits for the sustainability of the organization. SKP is set each year in January and used as a basis for performance appraisal. Given these assessments every civil servant has a clear job target in one year. So there is no longer term, there is no work every day because there is a target to be achieved and the work of the civil servants are encouraged to be creative, do not just wait for jobs but create useful work for the unit works.

In addition, there is a minimum limit targets to be achieved by the employment of civil servants in the SKP because if not achieved it will be sanctioned under Government Regulation No. 53 Year 2010 on Civil Service Discipline. If civil servants only reached 25% to 50% of the targets listed in the SKP work, then the civil servants will sentenced disciplined form of delay rate is scheduled salary increases for 1 year, delayed promotions for 1 year and lower level demotion for 1 years. While civil servants only hit the target if the work is less than 25% within a year of being disciplined will eat a heavy level of the lower-level demotion for 3 years, in order to decrease the transfer of lower level positions, the release from office, dismissal with respect not his own request as the dismissal of civil servants and not with respect as PNS.

That way civil servants are expected to be more motivated and excited about the work. Especially when combined with the income support amount based on performance. Surely it would be more motivating to work hard. So that little by little will dispel negative stereotypes of civil servants. It requires a genuine intent and effort of each PNS. The author as a civil servant to invite his fellow civil servants to make a change that starts from ourselves. Let us be agents of change in terms of improving the performance of civil servants, which in turn will increase our competitiveness with other countries in the Asian region and the world.

Penulis: 
Putri Adibah, S.Psi
Sumber: 
BKPSDMD

Artikel

18/07/2017 | Abdul Sani, S.Pd.I - Widyaiswara Muda pada BKPSDMD Babel
430,460 kali dilihat
20/11/2017 | Syanti Gultom, A.Md - Dinas Koperasi, UKM
381,989 kali dilihat
07/11/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
229,241 kali dilihat
31/08/2018 | Jimmy Arief Saud Parsaoran, S.T. - Prakom Pertama BKPSDMD
202,154 kali dilihat
07/12/2017 | Herru Hardiyansah, S.Kom. - Prakom Muda BKPSDMD
138,073 kali dilihat